Musrembang antara Kebutuhan, Keinginan dan Proses Perencanaan Program SKPD
Maret 10, 2009 5 Komentar
Polewali Mandar Sulawesi Barat— Surat Keputusan Bupati Polewali Mandar (Bpk H. Ali Baal ) nomor 65 tahun 2009 tentang Pembentukan Tim Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) Tingkat Kecamatan Kabupaten Polewali Mandar tahun 2009. Waktu pelaksanaannya dimulai tanggal 2 – 6 Maret 2009. Semua Satuan Kerja Perangkat Pemerintah Daerah (SKPD) dan beberapa organisasi non pemerintah (LSM) ikut serta dalam acara musrembang tingkat kecamatan, sebagai bahan perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2010 Kabupaten Polewali Mandar. Pada SK Bupati ini ada 3 tim yang akan menghadiri Musrembang Tingkat Kecamatan.
Artikel saya ini mencoba menelaah proses dan hal-hal lain yang muncul dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrembang) yang saya ikuti setingkat Kecamatan yang dilaksanakan di kecamatan Limboro, Matakali, Bulo, Mapilli, Polewali dan Allu. Hasilnya, Musrembang pada dasarnya perencanaan yang bersifat Botton Up Planning, karena perencanaan dari bawah tentunya masyarakat adalah subjek (bukan Objek) Pembangunan. Sementara perencanaan program SKPD pada dasarnya bersifat Top Down Planning melalui kebijakan yang dibuat sendiri oleh SKPD Disini SKPD adalah subjek pemberi pelayanan kemasyarakatan. MUSREMBANG berada diantara Kebutuhan, Keinginan dan Proses Perencanaan Program SKPD.
Merujuk dari analisis kebutuhan dan keinginan serta pendapat berbagai pakar pembangunan kabupaten, yang menjelaskan bahwa Pembangunan di suatu kabupaten dalam konsep desentralisasi akan berhasil jika memperhatikan atau berada dalam sistem dan subsistem Pemerintahan Lokal, Masyarakat dan Keluarga Setempat serta Dunia Usaha (Wiraswasta) Lokal. Masing-masing mempunyai unsur yang sama yaitu Sumber Daya Manusia (SDM), Cara Bekerja, dan Nilai-nilai dalam beraktifitas. Penulis mencoba menelaah pelaksanaan Musrenbang untuk perencanaan APBD tahun 2010 Kabupaten Polewali Mandar yang dilaksanakan dari tanggal 2-6 Maret 2009.
Acara Seremonial Musrembang
Proses Musrembang kecamatan dibagi dua acara, yaitu acara seremonial dan penentuan prioritas kegiatan Musrembang kecamatan. Acara Seremonial dimulai dengan pengantar oleh camat, kemudian sambutan anggota DPRD dan diakhiri dengan sedikit pengantar dan sambutan seranggam Bupati Polewali Mandar yang dibacakan oleh Perwakilan Bappeda. Pada acara seremonial ini ada beberapa hal yang menjadi catatan penulis yang bersumber dari komentar dan sambutan acara tersebut yaitu
PERTAMA : Belum adanya kesepahaman bersama tentang istilah “kebutuhan dan keinginan”. Dikomentari bahwa sebagian musrembang tiap desa yang dilanjutkan ke musrembang tingkat kecamatan kebanyakan hanya berisi daftar keinginan. Komentar para pemberi sambutan seharusnya adalah daftar kebutuhan bukan daftar keinginan. Padahal menurut penulis atau kalau dianalisis dengan baik daftar keinginan harus disertai dengan daftar kebutuhan, demikian juga sebaliknya daftar kebutuhan harus disertai daftar keinginan, kedua-duanya tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Dicontohkan, dan inilah telah terjadi, ada tenaga kesehatan wanita (bidan desa) membutuhkan kendaraan roda dua, yang diberikan adalah kendaraan roda dua (motor besar), ternyata motor ini bidan tidak bisa mengoperasionalkannya artinya bidan membutuhkan tapi ia tidak menginginkan motor besar yang berat, tetapi yang diinginkan motor kecil yang ringan. Saya sendiri tidak bisa memberi masukan dan komentar dalam cara ini karena kapasitas saya hanya sebagai perwakilan dari SKPD Kesehatan untuk menindak lanjuti setiap kegiatan yang sudah di Musrenbang ditingkat desa.
KEDUA : Selain belum adanya kesepahaman ’Kebutuhan dan Keinginan’, ada lagi yang lebih menarik yaitu menempatkan masyarakat sebagai “objek tapi bukan subjek”, dilain pihak dikatakan juga sebagai “subjek bukan objek”. Terlihat dengan jelas belum adanya kesepahaman para stakeholder kebijakan (Para Pejabat Struktural) dan pelaksana (provider) untuk menempatkan stakeholder masyarakat sebagai subjek atau sebagai objek, padahal realnya dalam era desentraaliasi masyarakat harus dengan tegas dinyatakan sebagai subjek pembangunan, walaupun dalam konsep pembangunan masyarakat dinyatakan sebagai penerima dampak, tetapi bukan berarti mereka adalah objek, karena masyarakat juga punya sumber daya, punya cara bekerja dan mempunyai nilai-nilai yang berkembang diantara mereka masyarakat, sama juga dengan pemerintah mempunyai sumber daya, organisasi dan nilai-nilai dalam memerintah. Karena unsur-unsurnya adalah sama, jadi tidak ada alasan menempatkan mereka (masyarakat) sebagai objek, Jadi disini, pada dasarnya hanya dibutuhkan kolaborasi, integrasi dan saling peduli antara aparat pemerintah dan masyarakat.
Penentuan Prioritas Kegiatan Musrenbang Kecamatan.
Setelah acara seremonial kemudian istirahat dan dilanjutkan dengan acara Penentuan Prioritas Kegiatan Musrenbang Kecamatan. Peserta dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok Sosial Budaya, Kelompok Kedua adalah kelompok Infrastruktur dan Kelompok Ketiga adalah Kelompok Ekonomi. Saya berada dalam kelompok Kedua yaitu Sosial Budaya. Pada kelompok ini penentuan prioritas didasarkan pada lima kategori yaitu
- Prioritas Desa atau dalam bentuk pertanyaan ”Apakah dari sekian kegiatan yang telah di musrembangkan ditngkat desa adakah yang prioritas?“
- Masuk dalam program SKPD atau dalam bentuk pertanyaan ”Apakah kegiatan yang telah menjadi prioritas desa/kelurahan masuk dalam program SKPD?“
- Manfaat atau dalam bentuk pertanyaan ”Apakah prioritas desa dan ada dalam program SKPD sangat bermanfaat?
- Mendesak atau dalam bentuk pertanyaan ”Apakah kegiatan yang bermanfaat tersebut mendesak untuk dilaksanakan?“
- dan yang terakhir adalah kategori Peningkatan SDM, pertanyaannya adalah ”Apakah kegiatan seperti yang terjawab dalam point kategori (1, 2,3, dan 4 ) diatas diarahkan untuk peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM)?“.
Kelima ketegori ini atau kelima pertanyaan ini oleh fasilitator diajukan kepada masing-masing desa /kelurahan, skor setiap kategori antara 1-5 ( 1 nilai terendah dan 5 nilai tertinggi). Disepakati tiap desa/kelurahan keluar 3 (tiga) prioritas, jadi kalau ada lima 8 desa dalam satu kecamatan maka jumlah kegiatan dalam satu kecamatan adalah 3 x 8 = 24 kegiatan kecamatan. Ke 24 kegiatan kecamatan inilah nanti akan dibawa ke Musrenbang Kabupaten, dengan tetap dilampirkan kegiatan-kegiatan yang belum diprioritaskan.
Tercatat di dokumen kecamatan, dari sekian kegiatan yang dibawa ketingkat Musrembang kabupaten hanya sebagian kecil saja yang dapat direalisasikan. Inilah yang menjadi catatan saya dalam penentuan prioritas kegiatan Musrenbang kecamatan ini. Catatan lainnya adalah
PERTAMA ; Proses atau mekanisme penentuan prioritas tidak dilakukan secara maksimal karena penentuan prioritas lebih ditekankan pada hasil 3 prioritas dari hasil yang telah di Musrembangkan tiap desa/kelurahan artinya hanya output lebih diutamakan dari pada proses (mekanisme). Padahal kalau lebih ditekankan pada mekanisme mungkin sebagian kegiatan sudah dapat dipecahkan (diselesaikan) oleh masyarakat, desa dan kecamatan. Misalnya kegiatan pengadaan jamban keluarga pada 200 KK, kegiatan ini tidak perlu lagi menjadi prioritas untuk tahun yang akan datang (2010) tetapi sudah bisa dipecahkan bersama masyaraakat (200KK) dan petugas Puskesmas dalam kegiatan minilokakarya puskemas dan ditindak lanjuti pada 200 KK tersebut. Gambaran kegiatannya adalah kumpulkan 200 KK, hadirkan petugas sanitasi dengan sanitarian kitnya ( cetakan kloset ), kumpul yuran untuk beli semen dan sediakan kerikil dan pasir yang telah tersedia dan kemudian bekerja, kalau ada kesadaran, mau dan sudah pasti ada kemampuan, 200 KK tersebut dalam jangka waktu 1-3 bulan telah mempunyai Jamban Keluarga, tidak harus menunggu tahun 2010.
KEDUA; Terlihat juga adanya sedikit gab (pemisah) antara masyarakat dan aparat pemerintah dalam proses pembangunan atau tepatnya interaksi antara masyarakat dan aparat pemerintah belum nampak maksimal untuk saling integrasi dan saling peduli dalam suatu komponen sistem pembangunan kabupaten. Aparat pemerintah dalam melaksanakan musrembang seakan-akan hanya menindak lanjuti Surat Edaran Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri dalam Negeri Nomor 0008/M.PPN/01/2007-050/264-A/SJ. Tanggal 12 Januari 2007 tentang Petunjuk Tehnis Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Tahun 2009. Artinya, kalau surat edaran ini tidak ada, mungkin pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan yang dimulai dari desa tidak dilaksanakan. Alasannya karena tiap-tiap SKPD telah mempunyai sistem perencanaan pembangunan sendiri, yang mana hasilnya jelas sebagai bahan untuk perencanaan APBD Kabupaten. Disini sebenarnya peran dari Beppeda sebagai koordinator lintas sektoral lebih rasional melihat musrembang sebagai wadah menampung kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tidak tertampung dalam perencanaan Pembangunan SKPD untuk direkomendasi menjadi prioritas.
KETIGA : Peserta yang hadir dalam musyawarah perencanaan pembangunan tidak menggambarkan komponen-komponen dalam sistem pembangunan yang ada di tingkat kecamatan. Komponen-Komponen itu adalah Pemerintah, Masyarakat dan Keluarga serta kelompok dunia usaha (Wiraswasta), yang hadir hanya aparat pemerintah (SKPD, Kecamatan dan Desa/Kelurahan), satu dua orang dari kelompok masyarakat dan keluarga, itupun yang nampak adalah guru-guru yang tinggal dan bekerja di desa, yang tidak tampak hadir adalah kelompok dunia usaha (wiraswasta). Padahal kelompok yang terakhir ini adalah penggerak/pelaku maju-mundurnya pembangunan disuatu wilayah.
Musrenbang dan Perencanaan Pembangunan Kesehatan
Seperti yang saya jelaskan diatas yang paling berperan dalam musrembang ini adalah Beppeda sebagai koordinator lintas sektoral dalam mengakomodir kegiatan-kegiatan prioritas masyarakat untuk dapat ditampung oleh SKPD atau sebaliknya kegiatan yang belum belum di akomodir oleh SKPD didapat diremokendasikan Bappeda kepada SKPD untuk diakomodir. Kenapa harus demikian, karena pada dasarnya setiap SKPD sudah mempunyai perencanaan pembangunan sendiri-sendiri. SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten misalnya, Perencanaan pembangunan kesehatan dimulai dari perencanaan tingkat puskesmas (PTP), yang di back up oleh Tim Perencanaan Dinas Kesehatan yang tugas-tugasnya adalah melakukan analisis berdasarkan kebutuhan kesehatan, analisis berdasarkan sasaran (target populasi program) dan berakhir pada Perencanaan, Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT) sebagai bahan penyusunan APBD. Namun dalam beberapa tahun terakhir ini, proses perencanaan pembangunan kesehatan tidak berjalan secara maksimal karena penempatan petugas (petugas baru) sebagai penanggung jawab perencanaan pembangunan kesehatan tidak lagi memahami dengan benar untuk mengaplikasikan metode/tehnik dan mengaktualisasikan mekanisme dalam perencanaan pembangunan kesehatan secara konfrehensif, efektif, efisien dan rasional. Jangan heran kalau akhir-akhir ini banyak ditemukan kejadian-kejadian yang tidak rasional misalnya pengadaan kendaraan roda dua untuk meningkat cakupan pelayanan luar gedung, tetapi sebaliknya pelayanan luar gedung justru mengalami penurunan, Adanya KLB Penyakit diare yang menewaskan 22 orang dalam satu bulan, dan pengadaan alat-alat kesehatan yang katanya berdasarkan kebutuhan tetapi petugas dan juga masyarakat tidak mampu dan belum waktunya untuk digunakan —mereka butuh tetapi bukan alat ini yang mereka inginkan—.Anehnya mereka naik pangkat golongan fungsional tiap 2-3 tahun katanya, kinerja sangat memuaskan.
Pelajaran yang didapat dari Musrenbang
Dalam menentukan prioritas kegiatan bukan hanya kebutuhan yang harus diperhatikan tetapi juga keinginan. Karena kalau kebutuhan saja yang ditekankan, kadang dan sering realisasinya tidak sesuai keinginan, demikian sebaliknya keinginan yang ada harus disesuaikan dengan kebutuhan. Dalam konteks pembangunan yang terdesentralisasi masyarakat tidak boleh dijadikan objek tetapi sebagai subjek, dan ini harus tegas dinyatakan, masyarakat sebagai subjek.
Dalam proses pembangunan suatu wilayah setingkat kecamatan- desa/kelurahan bahkan Kabupaten, aparat pemerintah tidak boleh mengganggap lebih dari anggota masyarakat, karena kalau demikian beberapa kegiatan yang diusulkan oleh masyarakat setingkat desa, hanya akan menjadi usulan yang tak perna ada realisasi. Aparat pemerintah dan anggota masyarakat adalah sama dalam tatanan sistem pembangunan daerah, maka sestiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya.
Akhirnya dapat saya simpulkan bahwa Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG) pada dasarnya adalah perencanaan yang bersifar Botton Up Planning, perencanaan yang bersumber dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Karena sifatnya yang Botton Up tentunya masyarakat adalah Subjek (bukan Objek) pembangunan. Sementara itu perencanaan pembangunan pemerintah dari SKPD-SKPD merupakan perencanaan yang bersifat Top Down Planning untuk melayani masyarakat melalui kebijakan yang dibuatnya berdasarkan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan lainnya untuk mengatasi masalah kemasyarakatan yang selalu berulang dengan tujuan meningkatkan pelayanan kemasyarakatan. Pembangunan di suatu kabupaten akan berhasil jika memperhatikan atau berada dalam sistem dan subsistem Pemerintahan Lokal, Masyarakat dan Keluarga Setempat serta Dunia Usaha (Wiraswasta) Lokal. Masing-masing mempunyai unsur yang sama yaitu Sumber Daya Manusia (SDM), Cara Bekerja, dan Nilai-nilai dalam beraktifitas.
Catatan
Ketika artikel ini telah selesai saya tulis, dalam keadaan santai saya membaca koran harian Tribun Makassar tanggal 9 Maret 2009 menyebutkan ”Musrenbang Kabupaten Mamuju dilaksanakan di Bali.” seakan ada yang bertanya pada saya:Bagaimana tanggapan Anda tentang pejabat SKPD Kabupaten Mamuju Propinsi Sulawesi Barat yang melakukan studi banding dan melaksanakan Musrenbang di Bali.
@arali2008 menjawab
Seperti yang saya jelaskan diatas subjek musrenbang itu adalah masyarakat termasuk kelompok wiraswasta, Jadi yang seharusnya pergi kesana adalah masyarakat dan kelompok wirausaha yang difasilitasi oleh Bappeda. Kalau rame-rame pejabat SKPD yang pergi (sama istrinya lagi), itu namanya pejabat yang ”gila urusan“ Apakah dengan perginya pejabat ke Bali, masyarakat akan mampu memusyawarahkan kebutuhan dan keinginannya dalam bentuk perencanaan, jawabanya tidak! Karena bukan mereka yang pergi.
__________________________________________________________
Baca Artikel terkait
- Musrembang Polewali Mandar : Mencoba Berintegrasi dengan PNPM
- Tentang Kesehatan Masyarakat
- Tampa Arah Kunjungan Kerja Pertama Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sulwesi Barat di Polewali Mandar
- Bedah Konsep Strategi RPJPM 2007-2012 Propinsi Sulawesi Barat
- Di Balik Layar Kepemimpinan dan Mutasi Kepala DInas Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar
- Perdebatan Angka Kematian Ibu
- Selamat Jalan BKKBN Polewali Mandari
- Peran Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Dalam Pemberdayaan Masyarakat dan Penyediaan Air Bersih Pedesaan
Blogger @arali2008
Opini dari Fakta Empiris Seputar Masalah Epidemiologi Gizi dan Kesehatandi Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat Indonesia
It’s rattling nice article. Thanks for conversation about it as I am curious in this subject.
Salut…
Sangat menarik bro. Fakta empiris yang nyata di lapangan nih.
artikel anda sangat bagus utk dibaca dan di bahas… saya punya satu saran untuk anda..sebaiknya anda belajar ilmu CBIA {Community Base Issue Analysis- analisa isu berbasis masyarakat} utk mengembangkan kapasitas anda…itu dapat menjadi modal anda merubah proses musrembang menjadi lebih baik.. mudah2an bermanfaat..
teruskan