Botting Langi-Negeri Kayangan-Negeri diatas Angin
Februari 22, 2015 Tinggalkan komentar
Polewali Mandar Sulawesi Barat.@arali2008. Sureq Galigo, atau Galigo, atau disebut juga La Galigo adalah sebuah epik mitos penciptaan dari peradaban masyarakat di wilayah sulawesi khususnya Luwu (bc. Bukan Bugis) ditulis di antara abad ke-14 dan ke-15 dalam bentuk puisi bahasa kuno orang-orang Sulawesi, bercerita tentang bangsawan negeri Luwu Sulawesi Selatan, dulu masih berpusat di wotu masih bagian luwu dan mempunyai hubungan yang erat dengan negeri Butuni, ditulis dalam huruf Lontara kuno orang Sulawesi. Konon ada lembar yang hilang atau bersifat rahasia yang bercerita tentang negeri diatas angin, sehingga epic ini kurang sempurna dibaca tampa menunjunkan dimana negeri diatas angin tersebut, konon penghuninya adalah para resi (para dewa-atau para guru). Mungkinkah negeri itu adalah Butuni, bisa ya bisa juga tidak, (Bc. sekarang berada Kota Bau-Bau Buton), kalau iya inilah selembar ceritanya.
“Satu ketika datanglah rombongan besar dengan bahtera yang besar-besar berjumlah ribuan. Kepala rombongan adalah seorang perempuan berpakaian berkilauan emas. Tujuan mereka datang adalah untuk merajutkan kembali pertalian yang sempat putus (nama beliau hingga saat ini belum terungkap, sehingga di gelari Puang Lai To Kadiri)” adalah bagian yang dirahasiakan atau masih bersifat rahasia dalam Sureg I Lagaligo oleh penerjemahnya.

Gambar : Foto Benteng (bc. Kastil) Pusat Negeri Butuni —Wolio—, di waktu pagi dan sore hari ditutupi embun. Sehingga terlihat seperti Botting Langi –Negeri Kayangan – Negeri diatas langit ( Sureq I Lagaligo 1400 ),
Siapa dia? Beliau adalah Sang Ratu Bulawambona, Ratu-Raja Dari Negeri Butuni yang bersuamikan Ba Luwu, yang coba melakukan kunjungan balik atas kunjungan Sang Saweri Gading dan anaknya La Galigo ke Negeri Butuni, untuk merazut kembali hubungan yang putus beberapa tahun sebelumnya, dimana Para datu luwu karena persoalan adat menyerahkan sang bayi kecil untuk dipelihara dan dididik para pembesar dari negeri butuni (Sangariana sebagai Ayah). Setelah Ba Luwu menjadi Suami Sang Ratu. Kunjungan ke negeri sang suamipun tercatat dalam lembaran Sureq I Lagaligo yang tidak di Publikasikan karena bersifat Rahasia oleh penerjemahnya.
Yaa.. negeri butuni, dulu waktu alam masih belum tercemar, di pagi dan sore hari ditutupi embun. Sehingga terlihat seperti Botting Langi –Negeri Kayangan – Negeri diatas langit ( Sureq I Lagaligo1400 ), di negeri Butuni disebut Wawoangin – Diatas Angin- Palagimata – dari atas langit.

Botting Langi –Negeri Kayangan – Negeri diatas langit ( Sureq I Lagaligo1400 ), di negeri Butuni disebut Wawoangin – Diatas Angin- Palagimata – dari atas langit. catatan gambar sedikit diedit dengan tidak menghilangkan keasliannya.
Negeri dimana ketika telah menjadi Kesultanan Butuni, Arung Pallaka Sang Penakluk setelah tercatat sebagai DPO dari Kerajaan Gowa Makassar, ia ke Negeri Butuni, selama kurang lebih tiga tahun berada di Pusat Kesultanan, untuk belajar tentang strategi perang, ketatanegaraan dan ajaran-ajaran sufistik keislaman dari pembesar kesultanan.
Setelah Arung Palaka, mendapatkan “kesarjanaannya” kemudian dengan bantuan pembesar negeri butuni mencoba melobi VOC untuk menyerang balik Sultan Hasanuddin (th. 1667), Ia berhasil dan kembali memperbesar kerajaannnya to Ugi.
Sebelumnya (thn 1613) Kapten Apollonius Schotte atas nama Gubernur Jenderal VOC, ketika berkunjungkan ke negeri diatas angin butuni dan menemui Sultan La Elangi (Dayanu Ikhsanuddin) Majikan Schotte, Gubernur Jenderal Pieter Both menuliskan catatan hariannya tentang negeri diatas angin butuni :
“…….Saya dua kali bertemu Raja Buton, kira-kira satu mil jauhnya masuk ke pedalaman “yang berada diatas bukit” dan setelah diadakan banyak upacara oleh raja, kami disambut dan persetujuan diadakan —- sebelum kedatangan saya—– oleh Kapten Appolonius Schote lalu saya sahkan. Raja itu berusia kurang lebih enam puluh tahun, amat lemah lembut dan bijaksana, banyak mengetahui upacara seperti orang Eropa. Ia menyuruh mempersiapkan dan membersihkan tempat di bawah langit biru. Di tengah-tengah ditempatkan balai yang sangat bagus, di mana ia duduk sebelum saya datang. Sewaktu ia melihat saya, ia berdiri menyongsong saya, saling berpelukan dan kemudian menyertai saya ke balai, di atas permadani. Pada saat itu juga datang anak laki-lakinya, saudara laki-lakinya, serta kerabat dekat. Banyak orang terkemuka di sekitar balai. Di sekitar kami duduk berkelompok-kelompok kira-kira 4.000 orang memegang senjata. Sekalipun demikian, sebelumnya raja telah memperingatkan saya agar tidak khawatir melihat rakyatnya bersenjata karena itu dimaksudkan sebagai penghormatan. Namun sekalipun demikian, sering terjadi pembunuhan seperti di Banda. Dan Tuhan Yang Maha Kuasa telah melindungi kami.
Ini merupakan negeri kayu yang istimewa serta pembuat kapal perang dan kapal dayung yang baik. Saya merasakan hari-hari di sana tidak ada yang lebih indah, dan mereka saya anggap sebagai rakyat yang rama menjamu kami semua dengan apa saja yang mereka kehendaki….”

Sketsa Peta Belanda VOC ketika mengungjungi Negeri butuni (Tahun 1613) dan untuk pertamakali melakukan perjanjian bilateral kemaritiman. Negerinya benteng (bc Kastil) berada di atas Gunung (Bc.
Itulah Negeri Butun tercatat dalam Negera Kartagama sebagai tempat tinggal para resi “para guru yang terhormat” yang dilengkapi dengan taman, lingga dan saluran air, rajanya bergelar Yang Mulya Maha Guru. (Mpu Prapanca, 1365, Negara Kertagama. Mesium Indonesia).
Demikian hanya selembar cerita sebagai pengantar tidur anak-anak, cerita tentang Negeri Diatas Angin, Sebuah Negeri Kayangan Booting Langgi..
Your Comments to My Posts