Dari TOT Fasilitator Desa Siaga

Polewali Mandar Sulawesi Barat.— Dalam hal fasilitasi pelatihan TOT  seorang fasilitator  harus mengfasilitasi  sesuai dengan tahapan dan prosedur, bila tidak terjadi maka fasilitator tersebut tidak menunjukkan dirinya sebagai fasilitator profesional.  Kesimpulan ini penulis buat ketika mengkuti pelatihan TOT fasilitator Desa Siaga  di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat.

“Seorang pegawai setingkat provinsi, apalagi telah menyandang sebagai seorang fasilitator,  yang namanya tahapan-tahapan  atau prosedur-prosedur dalam suatu kegiatan harus dikuasai, karena apabila tidak dikuasai maka pegawai setingkat provinsi —-sebut saja pada Dinas Kesehatan Sulawesi Barat —– yang juga telah menyandang sebagai fasilitator telah bekerja  tidak sesuai tahapan. Tidak bekerja sesuai tahapan artinya tidak bekerja sesuai prosedur. Tidak bekerja sesuai prosedur artinya tidak bekerja sesuai aturan. Tidak bekerja sesuai aturan artinya Pegawai setingkat Provinsi yang mengklaim sebagai narasumber dan juga fasilitator telah bekerja tidak beraturan. Karena tidak bekerja tidak beraturan maka hasilnyapun tidak beraturan, jadi tidak mengherankan kalau pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan kadang sering diprotes oleh peserta yang mereka fasilitasi semisal TOT Fasilitator Desa Siaga yang penulis ikuti. Bahkan tidak mengherankan kalau kemudian muncul pendapat  “Orang Provinsi tetapi berjiwa Kabupaten”

Pelatihan TOT (Training of Trainer) Fasilitator Desa Siaga Tingkat Kabupaten  se Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 yang dilaksanakan di Mamuju tanggal 21 – 26 September 2010. Efektif direncanakan enam hari pelatihan, namun faktanya hanya dilaksanakan 4 hari pelatihan. Materinya bersumber dari pedoman pelatihan desa siaga terbitan Depkes RI.

Materi dari Pelatihan ini adalah

  1. Building Learning Commitment (BLC)
  2. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga
  3. Juknis Pengembangan dan Penyelenggaraan Poskesdes
  4. Penggerakan dan Pemberdayaan masyarakat
  5. Penanggulangan Kegawatdaruratan sehari-hari dan Bencana
  6. Tanggap darurat Bencana
  7. Pelayanan Medik dasar
  8. Tehnik Pendampingan Bidan Desa Poskesdes
  9. Pengembangan Tim Jejaringa Kerja Desa Siaga
  10. Komunikasi, Advokasi dan Negosiasi
  11. Monitoring dan Evaluasi
  12. SAP
  13. Pembelajaran Orang Dewasa
  14. Metode, Media dan ABAL
  15. Micro Facilitating
  16. RTL (Rencana Tindak Lanjut)

Materi-materi ini dibawa orang staf-staf dan para pejabat eselon IV Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat  yang telah mendapat pelatihan serupa di tingkat Nasional.  Mereka itu adalah

  1. Sriyana Makkasau
  2. dr. Hj. Indahwati Nursyamsi
  3. drg. Asran Masdi
  4. dr. Muh. Ihwan
  5. Fauzih Achmad
  6. Andi Erieka Novianti

Peserta adalah para pelaksana program pada Dinas Kesehatan Kabupaten  se Provinsi Sulawesi Barat,  yaitu ada  lima kabupaten (Polewali Mandar, Majene, Mamasa, Mamuju, dan Mamuju Utara) yang masing-masing  Kabupaten diundang sebanyak 8 orang, total peserta 40 peserta termasuk tentunya penulis sendiri. Pelatihan dilaksanakan di Hotel (status hotel melati) Anugrah Mamuju Propinsi Sulawesi Barat.

Dari pelathan TOT yang juga diikuti oleh Penulis. Ada beberapa  catatan yang menjadi perhatian penulis yang bisa dijadikan pembelajaran bagi enam perwakilan kabupaten (Polewali Mandar, Mamasa, Majene, Mamuju dan Mamuju Utara) dan  Provinsi Sulawesi Barat yang baru 6 tahun terbentuk ini. Dijadikan Pembelajaran karena karena TOT Fasilitator ini  banyak hal-hal yang keluar dari aturan dalam pelatihan  yang bersifat TOT, —-setidaknya menurut pandangan penulis  yang sudah seringkali melihat fasilitator-fasilitator yang profesional dalam suatu pelatihan. Berikut ini catatan-catatan penulis meliputi  Jadwal Tentative atau  pelaksanaan kurikulum, Fasilitator, Peserta dan penyelenggaraan lainnya, secara keseluruhan dapat penulis jelaskan sebagai berikut :

Pertama Dilihat dari jadwal tentative  yang terdiri dari hari dan tanggal, jam, kegiatan dan materi serta narasumber  yang sekaligus merangkap sebagai fasilitator serta jumlah jam pembelajaran. Terlihat  ada beberapa ketidak normalan.  Ketidak normalan  jadwal tentative  tersebut berupa dan sangat menonjol yaitu  jumlah jam pembelajaran. Secara keseluruhan jumlah  jam  pembawaan materi adalah 60 jam pelajaran. Dari 60 Jam  pembelajaran ini ada satu fasilitator yang mempunyai 30 jam pembelajaran. Fasilitator ini memborong 30 Jam pembelajaran dari 60  waktu pembelajaraan yang ada.  Sementara peserta yang fasilitator yang lainnya jam pembelajaran  hanya berkisar antara 2-9 jam atau secara keseluruhan dari 6 fasilitator ini adalah

  1. Sriyana Makkasau sebanyak  6 jam pembelajaran
  2. dr. Hj. Indahwati Nursyamsi sebanyak 30 jam pembelajaran
  3. drg. Asran Masdi sebanyak 4 jam pembelajaran
  4. dr. Muh. Ihwan sebanyak 2 jam pembelajaran
  5. Fauzih Achmad, sebanyak 9 jam pembelajan
  6. Andi Erieka Novianti, sebanyak 9 jam pembelajaran

Kedua.  Dilihat dari  alur materi yang disampaikan keluar dari jadwal yang telah dibuat, padahal jadwal  yang telah disusun oleh  Tim dari Departemen Kesehatan  sudah sangat  layak atau sesuai dengan kurikulum  dalam fasilitasi pengembangan Desa Siaga dan penyelenggaraan poskesdes.  Fasilitator dari Dinas Kesehatan Provinsi ini dengan seenaknya  merubah alur  dari pelatihan  TOT ini, misalnya saja materi pada hari ketiga dibawakan pada  hari pertama, materi pada hari  kedua  ketiga dan beberapa materi lainnya diputarbalikan. Benar-benar mereka tidak memperhatikan alur pembelajaran yang baik dan benar.

Ketiga. Dilihat dari segi fasilitator, secara keselurahan  fasilitor dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat ini pada dasar tidak menguasai  materi yang diberikan. Mereka sekedar penyampaian slide yang telah dibuat oleh para fasilitator Nasional. Dan Terlihat juga ketidak kompakan  ke 6 fasilitator ini.

Sebagai contoh, Ketika pembawa materi pelayanan  medic dasar yang waktunya hanya dua jam. Fasilitator yang yang diberi tanggung jawab untuk membawa materi ini, pada dasarnya mempunyai kemampuan, karena disamping yang bersangkutan adalah seorang dokter juga mempunyai pengalaman  sekitar 3 tahun bekerja di Puskesmas. Tetapi ketika membawa materi terlihat tidak menguasai Materi, sang fasilitator tidak bisa membedahkan  pelayanan medic yang harus dilaksanakan oleh dokter maupun pelayanan medic yang bisa dilaksanakan oleh non medic, Bahkan pada seksi diskusi tidak ditemukan kata sepakat perihal  topic yang akan didiskusikan, fasilitator yang lainnya mencoba untuk menangani,  namun  tidak untuk menyelesaikan topik diskusi, sehingga waktu pembalajaran selesai.

Perlu diketahui bahwa fasilitator  TOT ini yang jumlah 6 orang pada dasar tidak mempunyai pengalaman yang cukup untuk menyelenggarakan suatu pelatihan yang berbentuk TOT, karena fasilitator ini adalah Pegawai Negeri yang baru terangkat dan juga beberapa pegawai yang  yang berasal dari Puskesmas  yang baru sekitar 3-5 tahun bekerja kemudian diangkat menjadi pejabat eselon di Dinas Kesehatan  Provinsi Sulawesi Barat. Sementara peserta dari Pelatihan TOT ini adalah Para pelaksana Program di Dinas Kesehatan Kabupaten yang notabenenya  telah bekerja sekitar 8-12 tahun masa kerja. Fasilitaor ini terlihat dengan jelas masih berjiwa sebagai pegawai baru dan juga berjiwa sebagai pegawai Puskesmas. Pernyataan-pernyataan yang muncul biasanya keluar dari konteks pembelajaran TOT.  Pernyataan yang muncul  dari fasilitator  tak ubahnya pernyataan pegawai Puskesmas.

Sebagai contoh, “Bahwa dalam melaksanakan suatu kegiatan  biasa dilakukan melalui tahapan-tahapan”, tetapi pernyataan yang sering muncul  “bahwa dalam melaksanakan kegiatan  tidak perlu kaku dengan tahapan-tahapan yang telah ada, kita tidak perlu harus melalui  tahapan yang pertama terlebih dahulu, bisa saja langsung pada tahapan berikut” tidak mengherankan kalau banyak peserta yang mengatakan kalau pejabat provinsi Sulawesi Barat Berjiwa Kabupaten.

Bagi penulis pernyataan-pernyataan demikian tidak menunjukkan fasilitor yang professional, bahkan tidak menunjukkan kapasitas sebagai seorang pengawai  di Tingkat Provinsi. Seorang pegawai setingkat propinsi, apalagi telah menyandang sebagai seorang fasilitator  yang namanya tahapan-tahapan  atau prosedur-prosedur dalam suatu kegiatan harus dikuasai, karena apabila tidak dikuasai maka pegawai setingkat provinsi —-sebut saja pada Dinas Kesehatan Sulawesi Barat —– yang juga telah menyandang sebagai fasilitator telah bekerja  tidak sesuai tahapan. Tidak bekerja sesuai tahapan artinya tidak bekerja sesuai prosedur. Tidak bekerja sesuai prosedur artinya tidak bekerja sesuai aturan.  Tidak bekerja sesuai aturan artinya Pegawai Propinsi yang mengklaim sebagai narasumber dan juga fasilitator telah bekerja tidak beraturan. Karena tidak bekerja tidak beraturan maka hasilnyapun tidak beraturan, jadi tidak mengherankan kalau pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan kadang bahkan sering diprotes oleh peserta yang mereka fasilitasi.”

Keempat; dalam hal penyelenggaran terutama dokumentasi selama proses pelatihan, panitia hanya melakukan dokumentasi  dalam hal pertanggung keuangan, tidak mendokumentasi proses TOT yang berlangsung——— salah satu alasan mengapa penulis menulis tulisan  ini————- proses yang terjadi  tidak didokumentasi  yaitu bagaimana suatu proses pembawaan materi terjadi, suatu proses bagaimana fasilitator mengfasilitasi dan juga bagaimana peserta berkontribusi ——berpartisipasi—— dalam setiap pembawaan materi, Ini semua tidak terekam dalam suatu dokumentasi narasi, sehingga materi-materi yang ada terlihat tampa pengembangan —-berkembang—–dari apa yang terjadi dalam setiap proses mengfasilitasi. Notulensi yang ada hanya berfungsi sebagai pembantu fasilitator untuk  menerima perintah —–“slide!”—– yang ada pada laptop yang dipancarkan melalui LCD proyektor. Papan tulisan dan spidol  yang ada  tidak digunakan untuk menulis ide yang berkembang dan berbagai macama fasilitas lainnya tidak digunakan secara maksimal atau tidak digunakan sama sekali oleh fasilitator.

Kelima. Evaluasi Pelatihan seharusnya sudah terlihat pada Building Learning Commitment (BLC)  yaitu proses membangun  kesepakatan  dalam suatu proses pembelajaran kelas sebelum pembelajaran atau pelatihan dimulai. Kesepakatan yang terbentuk harus ditaati oleh panitia, peserta dan fasilitator serta berbagai macam imbalan dan sangsinya. Namun kenyataannya evaluasi pelatihan yang dilakukan oleh panitia tidak dilakukan dengan baik, bonus-bonus yang diberikan kepeserta hanya berdasarkan pada pengelihatan sesaat, tampa criteria yang tertulis dan dimengerti oleh semua peserta. Misalnya saja berdasarkan hasil pre test dan post tes atau berdasarkan nilai-nilai  kreatifitas peserta selama proses pembelajaran.

Keenam : Catatan yang terpenting juga dari penulis adalah Pelatihan TOT Fasilitator Desa Siaga Tingkat Kabupaten  se Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 tidak berhubungan langsung dengan tujuan yang diharapkan dari TOT fasilitator ini yaitu peserta dapat melakukan Pelatihan penyelenggaraan Desa Siaga atau penyelenggaraan operasional Poskesdes. Karena pelatihan penyelenggaran Desa Siaga dan juga penyelenggaraan operasional Poskesdes bagi Bidan  yang ditempatkan pada poskesdes telah terlebih dahulu dilatih oleh fasiliator Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat.  Ini jelas suatu kegiatan  yang tidak sesuai prosedur, tidak efektif  dan tentunya tidak efisien ——tidak profesional dalam suatu pengelolaan program——pada provinsi Sulawesi Barat yang sementara giat-giatnya membangun.

Dari Pelatihan TOT Fasilitator Desa Siaga ini, penulis bukan berarti lebih pintar untuk menyelenggarakan suatu pelatihan  dalam bentuk TOT, tetapi penulis yang  sudah beberapa kali mengikuti pelatihan  dari fasilitator-fasilitator profesional ketika dihadapkan pada fasilitator lainnya, penulis dapat melihat-lihat perbedaan yang sangat menonjol. Tentunya catatan penulis akan menjadi masukan bagi penulis sendiri, bahkan lebih baik kalau menjadi masukan bagi pegawai-pegawai  yang baru terangkat dan ditempat di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, juga bagi  teman-teman yang karena rezekinya yang  telah menjadi pejabat ditingkat Provinsi Sulawesi Barat. Demikian tulisan penulis dari keikut sertaan pada pelatihan TOT Fasilitasi Desa Siaga dan menjadi catatan-catatan sebagai suatu narasi —-cerita non fiksi—–dari Blog arali2008.

Baca juga Tulisan terkait

  1. Pelatihan dan Pertemuan Yang Baik dan Benar
  2. Peran Kepala Dinas Kesehatan dalam Pemberdayaan Masyarakat Penyediaan Air Bersih Pedesaan
  3. P2KP Polewali Mandar dan Pelatihan Asuhan Persalinan Normal
  4. Pelatihan Asuhan Persalinan Normal II, P2KP Polewali Mandar
  5. Pejabat Struktural Pemerintah Setingkat Kabupaten
  6. Catatan subtansi Pertemuan ADEK-II Sulawesi Barat
  7. Menghitung Kebutuhan Obat dan Bahan Habis Pakai Puskesmas
  8. Mungkinkah Dewan Kesehatan Kabupaten (DKK) Polewali Mandar Dapat Berfungsi
  9. Bedah Konsep Strategi RPJPM 2007-2012 Propinsi Sulawesi Barat
  10. Musrenbang antara Kebutuhan, Keinginan dan Proses Perencanaan Program SKPD

——————————————————————————————————————————–

Blogger @arali2008

Opini dari Fakta Empiris Seputar Masalah Epidemilogi Gizi dan Kesehatan
di Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat.

Tentang Arsad Rahim Ali
Adalah Pemilik dan penulis blog situs @arali2008. Seorang Nutritionist, Epidemiolog Kesehatan, Perencana Pembangunan Kesehatan (Daerah), Citizen Jurnalist Blog, Pemerhati -----OPINI DARI FAKTA EMPIRIS----seputar masalah epidemiologi gizi, kesehatan dan Pembangunan Kabupaten di wilayah kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat. Dapat memberikan gambaran hasil juga sebagai pedoman pelaksanaan Pembangunan Kesehatan (Daerah) di Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat Negara Republik Indonesia. Tertulis dalam blog situs @arali2008 sejak 29 Februari 2008.

4 Responses to Dari TOT Fasilitator Desa Siaga

  1. sumiati wi latkesmas malang says:

    masyarakat sudah pintar dan menuntut pelayanan yang sebaik-baiknya dan pofesionalsme saya prihatin jika demikian sebagai widyaiswara /fasilitator dituntut kemampuan yang profesional semoga masukan yg berarti buat kita semua bak sebagai penyelenggara maupun fasilitator

  2. Jangan tersinggung Teman, ……

  3. arali2008 says:

    terima kasih responnya.

  4. dr. Muhammad Ihwan says:

    ass…apa yg pak arsyad tulis sy akui sesuai dgn fakta,mudah2an teman2 di prov baca dan bs sadar dgn segala kekurangannya dan spy sll merespon masuk2an dr teman kr semua itu dgn niat untuik memperbaiki prov yg kita cintai,kekurangan ini sll diulangi dr tahun ke tahun tp bvlm ada usaha serius u8ntuk memperbaiki.mengenai TOT seharusnya sll diawali dg rapat antar fasilitator shg persiapan materix bs dimantapkan, ada penyamaan persepsi antar fasilitatornya.jd sy pribadi sgt berterimakasih dg masukan2nya

Tinggalkan komentar