Dari TOT Fasilitator Desa Siaga
September 27, 2010 4 Komentar
Polewali Mandar Sulawesi Barat.— Dalam hal fasilitasi pelatihan TOT seorang fasilitator harus mengfasilitasi sesuai dengan tahapan dan prosedur, bila tidak terjadi maka fasilitator tersebut tidak menunjukkan dirinya sebagai fasilitator profesional. Kesimpulan ini penulis buat ketika mengkuti pelatihan TOT fasilitator Desa Siaga di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat.
“Seorang pegawai setingkat provinsi, apalagi telah menyandang sebagai seorang fasilitator, yang namanya tahapan-tahapan atau prosedur-prosedur dalam suatu kegiatan harus dikuasai, karena apabila tidak dikuasai maka pegawai setingkat provinsi —-sebut saja pada Dinas Kesehatan Sulawesi Barat —– yang juga telah menyandang sebagai fasilitator telah bekerja tidak sesuai tahapan. Tidak bekerja sesuai tahapan artinya tidak bekerja sesuai prosedur. Tidak bekerja sesuai prosedur artinya tidak bekerja sesuai aturan. Tidak bekerja sesuai aturan artinya Pegawai setingkat Provinsi yang mengklaim sebagai narasumber dan juga fasilitator telah bekerja tidak beraturan. Karena tidak bekerja tidak beraturan maka hasilnyapun tidak beraturan, jadi tidak mengherankan kalau pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan kadang sering diprotes oleh peserta yang mereka fasilitasi semisal TOT Fasilitator Desa Siaga yang penulis ikuti. Bahkan tidak mengherankan kalau kemudian muncul pendapat “Orang Provinsi tetapi berjiwa Kabupaten”
Pelatihan TOT (Training of Trainer) Fasilitator Desa Siaga Tingkat Kabupaten se Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 yang dilaksanakan di Mamuju tanggal 21 – 26 September 2010. Efektif direncanakan enam hari pelatihan, namun faktanya hanya dilaksanakan 4 hari pelatihan. Materinya bersumber dari pedoman pelatihan desa siaga terbitan Depkes RI.
Materi dari Pelatihan ini adalah
- Building Learning Commitment (BLC)
- Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga
- Juknis Pengembangan dan Penyelenggaraan Poskesdes
- Penggerakan dan Pemberdayaan masyarakat
- Penanggulangan Kegawatdaruratan sehari-hari dan Bencana
- Tanggap darurat Bencana
- Pelayanan Medik dasar
- Tehnik Pendampingan Bidan Desa Poskesdes
- Pengembangan Tim Jejaringa Kerja Desa Siaga
- Komunikasi, Advokasi dan Negosiasi
- Monitoring dan Evaluasi
- SAP
- Pembelajaran Orang Dewasa
- Metode, Media dan ABAL
- Micro Facilitating
- RTL (Rencana Tindak Lanjut)
Materi-materi ini dibawa orang staf-staf dan para pejabat eselon IV Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat yang telah mendapat pelatihan serupa di tingkat Nasional. Mereka itu adalah
- Sriyana Makkasau
- dr. Hj. Indahwati Nursyamsi
- drg. Asran Masdi
- dr. Muh. Ihwan
- Fauzih Achmad
- Andi Erieka Novianti
Peserta adalah para pelaksana program pada Dinas Kesehatan Kabupaten se Provinsi Sulawesi Barat, yaitu ada lima kabupaten (Polewali Mandar, Majene, Mamasa, Mamuju, dan Mamuju Utara) yang masing-masing Kabupaten diundang sebanyak 8 orang, total peserta 40 peserta termasuk tentunya penulis sendiri. Pelatihan dilaksanakan di Hotel (status hotel melati) Anugrah Mamuju Propinsi Sulawesi Barat.
Dari pelathan TOT yang juga diikuti oleh Penulis. Ada beberapa catatan yang menjadi perhatian penulis yang bisa dijadikan pembelajaran bagi enam perwakilan kabupaten (Polewali Mandar, Mamasa, Majene, Mamuju dan Mamuju Utara) dan Provinsi Sulawesi Barat yang baru 6 tahun terbentuk ini. Dijadikan Pembelajaran karena karena TOT Fasilitator ini banyak hal-hal yang keluar dari aturan dalam pelatihan yang bersifat TOT, —-setidaknya menurut pandangan penulis yang sudah seringkali melihat fasilitator-fasilitator yang profesional dalam suatu pelatihan. Berikut ini catatan-catatan penulis meliputi Jadwal Tentative atau pelaksanaan kurikulum, Fasilitator, Peserta dan penyelenggaraan lainnya, secara keseluruhan dapat penulis jelaskan sebagai berikut :
Pertama Dilihat dari jadwal tentative yang terdiri dari hari dan tanggal, jam, kegiatan dan materi serta narasumber yang sekaligus merangkap sebagai fasilitator serta jumlah jam pembelajaran. Terlihat ada beberapa ketidak normalan. Ketidak normalan jadwal tentative tersebut berupa dan sangat menonjol yaitu jumlah jam pembelajaran. Secara keseluruhan jumlah jam pembawaan materi adalah 60 jam pelajaran. Dari 60 Jam pembelajaran ini ada satu fasilitator yang mempunyai 30 jam pembelajaran. Fasilitator ini memborong 30 Jam pembelajaran dari 60 waktu pembelajaraan yang ada. Sementara peserta yang fasilitator yang lainnya jam pembelajaran hanya berkisar antara 2-9 jam atau secara keseluruhan dari 6 fasilitator ini adalah
- Sriyana Makkasau sebanyak 6 jam pembelajaran
- dr. Hj. Indahwati Nursyamsi sebanyak 30 jam pembelajaran
- drg. Asran Masdi sebanyak 4 jam pembelajaran
- dr. Muh. Ihwan sebanyak 2 jam pembelajaran
- Fauzih Achmad, sebanyak 9 jam pembelajan
- Andi Erieka Novianti, sebanyak 9 jam pembelajaran
Kedua. Dilihat dari alur materi yang disampaikan keluar dari jadwal yang telah dibuat, padahal jadwal yang telah disusun oleh Tim dari Departemen Kesehatan sudah sangat layak atau sesuai dengan kurikulum dalam fasilitasi pengembangan Desa Siaga dan penyelenggaraan poskesdes. Fasilitator dari Dinas Kesehatan Provinsi ini dengan seenaknya merubah alur dari pelatihan TOT ini, misalnya saja materi pada hari ketiga dibawakan pada hari pertama, materi pada hari kedua ketiga dan beberapa materi lainnya diputarbalikan. Benar-benar mereka tidak memperhatikan alur pembelajaran yang baik dan benar.
Ketiga. Dilihat dari segi fasilitator, secara keselurahan fasilitor dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat ini pada dasar tidak menguasai materi yang diberikan. Mereka sekedar penyampaian slide yang telah dibuat oleh para fasilitator Nasional. Dan Terlihat juga ketidak kompakan ke 6 fasilitator ini.
Sebagai contoh, Ketika pembawa materi pelayanan medic dasar yang waktunya hanya dua jam. Fasilitator yang yang diberi tanggung jawab untuk membawa materi ini, pada dasarnya mempunyai kemampuan, karena disamping yang bersangkutan adalah seorang dokter juga mempunyai pengalaman sekitar 3 tahun bekerja di Puskesmas. Tetapi ketika membawa materi terlihat tidak menguasai Materi, sang fasilitator tidak bisa membedahkan pelayanan medic yang harus dilaksanakan oleh dokter maupun pelayanan medic yang bisa dilaksanakan oleh non medic, Bahkan pada seksi diskusi tidak ditemukan kata sepakat perihal topic yang akan didiskusikan, fasilitator yang lainnya mencoba untuk menangani, namun tidak untuk menyelesaikan topik diskusi, sehingga waktu pembalajaran selesai.
Perlu diketahui bahwa fasilitator TOT ini yang jumlah 6 orang pada dasar tidak mempunyai pengalaman yang cukup untuk menyelenggarakan suatu pelatihan yang berbentuk TOT, karena fasilitator ini adalah Pegawai Negeri yang baru terangkat dan juga beberapa pegawai yang yang berasal dari Puskesmas yang baru sekitar 3-5 tahun bekerja kemudian diangkat menjadi pejabat eselon di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat. Sementara peserta dari Pelatihan TOT ini adalah Para pelaksana Program di Dinas Kesehatan Kabupaten yang notabenenya telah bekerja sekitar 8-12 tahun masa kerja. Fasilitaor ini terlihat dengan jelas masih berjiwa sebagai pegawai baru dan juga berjiwa sebagai pegawai Puskesmas. Pernyataan-pernyataan yang muncul biasanya keluar dari konteks pembelajaran TOT. Pernyataan yang muncul dari fasilitator tak ubahnya pernyataan pegawai Puskesmas.
Sebagai contoh, “Bahwa dalam melaksanakan suatu kegiatan biasa dilakukan melalui tahapan-tahapan”, tetapi pernyataan yang sering muncul “bahwa dalam melaksanakan kegiatan tidak perlu kaku dengan tahapan-tahapan yang telah ada, kita tidak perlu harus melalui tahapan yang pertama terlebih dahulu, bisa saja langsung pada tahapan berikut” tidak mengherankan kalau banyak peserta yang mengatakan kalau pejabat provinsi Sulawesi Barat Berjiwa Kabupaten.
Bagi penulis pernyataan-pernyataan demikian tidak menunjukkan fasilitor yang professional, bahkan tidak menunjukkan kapasitas sebagai seorang pengawai di Tingkat Provinsi. Seorang pegawai setingkat propinsi, apalagi telah menyandang sebagai seorang fasilitator yang namanya tahapan-tahapan atau prosedur-prosedur dalam suatu kegiatan harus dikuasai, karena apabila tidak dikuasai maka pegawai setingkat provinsi —-sebut saja pada Dinas Kesehatan Sulawesi Barat —– yang juga telah menyandang sebagai fasilitator telah bekerja tidak sesuai tahapan. Tidak bekerja sesuai tahapan artinya tidak bekerja sesuai prosedur. Tidak bekerja sesuai prosedur artinya tidak bekerja sesuai aturan. Tidak bekerja sesuai aturan artinya Pegawai Propinsi yang mengklaim sebagai narasumber dan juga fasilitator telah bekerja tidak beraturan. Karena tidak bekerja tidak beraturan maka hasilnyapun tidak beraturan, jadi tidak mengherankan kalau pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan kadang bahkan sering diprotes oleh peserta yang mereka fasilitasi.”
Keempat; dalam hal penyelenggaran terutama dokumentasi selama proses pelatihan, panitia hanya melakukan dokumentasi dalam hal pertanggung keuangan, tidak mendokumentasi proses TOT yang berlangsung——— salah satu alasan mengapa penulis menulis tulisan ini————- proses yang terjadi tidak didokumentasi yaitu bagaimana suatu proses pembawaan materi terjadi, suatu proses bagaimana fasilitator mengfasilitasi dan juga bagaimana peserta berkontribusi ——berpartisipasi—— dalam setiap pembawaan materi, Ini semua tidak terekam dalam suatu dokumentasi narasi, sehingga materi-materi yang ada terlihat tampa pengembangan —-berkembang—–dari apa yang terjadi dalam setiap proses mengfasilitasi. Notulensi yang ada hanya berfungsi sebagai pembantu fasilitator untuk menerima perintah —–“slide!”—– yang ada pada laptop yang dipancarkan melalui LCD proyektor. Papan tulisan dan spidol yang ada tidak digunakan untuk menulis ide yang berkembang dan berbagai macama fasilitas lainnya tidak digunakan secara maksimal atau tidak digunakan sama sekali oleh fasilitator.
Kelima. Evaluasi Pelatihan seharusnya sudah terlihat pada Building Learning Commitment (BLC) yaitu proses membangun kesepakatan dalam suatu proses pembelajaran kelas sebelum pembelajaran atau pelatihan dimulai. Kesepakatan yang terbentuk harus ditaati oleh panitia, peserta dan fasilitator serta berbagai macam imbalan dan sangsinya. Namun kenyataannya evaluasi pelatihan yang dilakukan oleh panitia tidak dilakukan dengan baik, bonus-bonus yang diberikan kepeserta hanya berdasarkan pada pengelihatan sesaat, tampa criteria yang tertulis dan dimengerti oleh semua peserta. Misalnya saja berdasarkan hasil pre test dan post tes atau berdasarkan nilai-nilai kreatifitas peserta selama proses pembelajaran.
Keenam : Catatan yang terpenting juga dari penulis adalah Pelatihan TOT Fasilitator Desa Siaga Tingkat Kabupaten se Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2010 tidak berhubungan langsung dengan tujuan yang diharapkan dari TOT fasilitator ini yaitu peserta dapat melakukan Pelatihan penyelenggaraan Desa Siaga atau penyelenggaraan operasional Poskesdes. Karena pelatihan penyelenggaran Desa Siaga dan juga penyelenggaraan operasional Poskesdes bagi Bidan yang ditempatkan pada poskesdes telah terlebih dahulu dilatih oleh fasiliator Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat. Ini jelas suatu kegiatan yang tidak sesuai prosedur, tidak efektif dan tentunya tidak efisien ——tidak profesional dalam suatu pengelolaan program——pada provinsi Sulawesi Barat yang sementara giat-giatnya membangun.
Dari Pelatihan TOT Fasilitator Desa Siaga ini, penulis bukan berarti lebih pintar untuk menyelenggarakan suatu pelatihan dalam bentuk TOT, tetapi penulis yang sudah beberapa kali mengikuti pelatihan dari fasilitator-fasilitator profesional ketika dihadapkan pada fasilitator lainnya, penulis dapat melihat-lihat perbedaan yang sangat menonjol. Tentunya catatan penulis akan menjadi masukan bagi penulis sendiri, bahkan lebih baik kalau menjadi masukan bagi pegawai-pegawai yang baru terangkat dan ditempat di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat, juga bagi teman-teman yang karena rezekinya yang telah menjadi pejabat ditingkat Provinsi Sulawesi Barat. Demikian tulisan penulis dari keikut sertaan pada pelatihan TOT Fasilitasi Desa Siaga dan menjadi catatan-catatan sebagai suatu narasi —-cerita non fiksi—–dari Blog arali2008.
Baca juga Tulisan terkait
- Pelatihan dan Pertemuan Yang Baik dan Benar
- Peran Kepala Dinas Kesehatan dalam Pemberdayaan Masyarakat Penyediaan Air Bersih Pedesaan
- P2KP Polewali Mandar dan Pelatihan Asuhan Persalinan Normal
- Pelatihan Asuhan Persalinan Normal II, P2KP Polewali Mandar
- Pejabat Struktural Pemerintah Setingkat Kabupaten
- Catatan subtansi Pertemuan ADEK-II Sulawesi Barat
- Menghitung Kebutuhan Obat dan Bahan Habis Pakai Puskesmas
- Mungkinkah Dewan Kesehatan Kabupaten (DKK) Polewali Mandar Dapat Berfungsi
- Bedah Konsep Strategi RPJPM 2007-2012 Propinsi Sulawesi Barat
- Musrenbang antara Kebutuhan, Keinginan dan Proses Perencanaan Program SKPD
——————————————————————————————————————————–
Blogger @arali2008
Opini dari Fakta Empiris Seputar Masalah Epidemilogi Gizi dan Kesehatan
di Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat.
masyarakat sudah pintar dan menuntut pelayanan yang sebaik-baiknya dan pofesionalsme saya prihatin jika demikian sebagai widyaiswara /fasilitator dituntut kemampuan yang profesional semoga masukan yg berarti buat kita semua bak sebagai penyelenggara maupun fasilitator
Jangan tersinggung Teman, ……
terima kasih responnya.
ass…apa yg pak arsyad tulis sy akui sesuai dgn fakta,mudah2an teman2 di prov baca dan bs sadar dgn segala kekurangannya dan spy sll merespon masuk2an dr teman kr semua itu dgn niat untuik memperbaiki prov yg kita cintai,kekurangan ini sll diulangi dr tahun ke tahun tp bvlm ada usaha serius u8ntuk memperbaiki.mengenai TOT seharusnya sll diawali dg rapat antar fasilitator shg persiapan materix bs dimantapkan, ada penyamaan persepsi antar fasilitatornya.jd sy pribadi sgt berterimakasih dg masukan2nya