Catatan subtansi Pertemuan ADEK-II Sulawesi Barat

Polewali Mandar Sulawesi Barat.– Pada tanggal, 20 Oktober 2009 saya mengikuti pertemuan Aliansi Daerah Eliminasi Kusta (ADEK)   yang kedua, dilaksanakan di Polewali Mandar (hotel Ratih) sebagai tuan rumah (ketua ADEK pertama 2008-1009).  Pada pertemuan  yang dihadiri konsultan program kusta  wilayah Indonesia Timur dr.Firmansyah Arief,MPH dan membawakan materi Strategi Global Pemberantasan Penyakit Kusta 2011-2015, Persiapan implementasi Global Strategi 2011-2015 Global  dengan target menurunkan angka cacat 2 diantara penderita baru per 100.000 penduduk, mulai tahun 2011 bisa mencapai 35 % pada akhir 2015. materi yang dibawakan membuat pencerahan peserta yang diundang (pengurus dan anggota ADEK), tentunya termasuk saya ——– yang diundang  untuk mengobservasi/menjajaki kemungkinan untuk mengitegrasikan dengan program-program kesehatan lainnya.——–– pengelolaan program kusta global dan nasional sebenarnya telah tertata dengan baik paling tidak  dalam bentuk persiapan perencanaan implementasi 2011-2015.

Namun pencerahan materi yang didapat ternyata tidak disertai kesiapan pengelolaan program kusta di tingkat propinsi maupun 5 kabupaten yang ada di propinsi Sulawesi Barat. Ada beberapa catatan saya yang bisa menjadi bahan renungan bagi mereka yang peduli, termasuk saya dalam  program eliminasi kusta di propinsi Sulawesi Barat. Catatan-catatan saya itu adalah

Pertama : Struktur organisasi ADEK Sulawesi Barat. Struktur organisasi ADEK Sulawesi Barat yang terbentuk tidak menggambarkan struktur ADEK propinsi. ADEK yang merupakan kumpulan orang-orang yang peduli terhadap kusta ditingkat kabupaten, namun kenyataannya struktur organisasinya hanya terdiri dari  pejabat –pejabat  propinsi (Gubernur dan sekretaris daerah, Ketua DPRD dan Kepala Dinas Kesehatan), dengan ketua ADEKnya Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Polewali Mandar dan anggota-anggotanya hanya terdiri  orang-orang dari kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamuju serta tidak memasukan orang-orang  yang berasal dari Kabupaten Mamasa, Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamuju Utara, sudah pasti ADEK yang direkayasa  oleh Dinas Kesehatan Propinsi ini tidaklah layak kalau disebut sebagai Aliansi Daerah Eliminasi Kusta Propinsi Sulawesi Barat. Seharusnya ADEK yang telah disepakati tahun sebelumnya, dan ketuanya  secara bergilir dipegang oleh kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Barat, tidak otomatis anggota hanya terdiri dari kabupaten dimana lokasi sekretariatnya  berada dan kabupaten dimana  propinsi berada.

Seperti yang  dikatakan salah satu peserta pertemuan ADEK, “ ADEK seharusnya  melibatkan Dinas Kesehatan semua kabupaten,  melibatkan Bappeda semua kabupaten, sudah pasti melibatkan Bupati dan DPRD, melibatkan Departemen Agama  dan melibatkan Dinas Social  se kabupaten yang ada di propinsi Sulawesi Barat, kalau struktur yang sekarang, bisa dikatakan bukan ADEK namanya.” Setelah dikonfirmasi kepada pengelola program kusta Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Barat “Kenapa demikian struktur organisasinya?” sang pengelola hanya menjawab “ itu sebenarnya baru sekedar draf, karena tidak ada waktu untuk didiskusikan lagi, draf organisasi ADEK tersebut langsung saja diserahkan kepada Gubernur Sulawesi Barat untuk ditandatangi”.

Kedua : Penataan Program Kusta. Pelaksanaan Program kusta yang belum tertata dengan baik, terutama daerah-daerah kabupaten pemakaran  yaitu Kabupaten Mamasa dan Kabupaten Mamuju Utara. Pada kedua daerah ini penderita kusta banyak ditemukan penderita  cacat (MB), merupakan fakta bahwa petugas tidak  melakukan deteksi kasus  (pencarian kasus), tidak dilakukan karena ketidak mampuan mengelola program, tidak mampu karena propinsi tidak “mampu” membuat penjabaran pedoman program kusta nasional menjadi pedoman operasional ditingkat kabupaten. Intinya petugas sebenarnya telah mempunyai kemampuan tehnis bahkan boleh dikatakan pakar dalam menangani penderita kusta karena telah bertahun-tahun bersentuhan langsung dengan penderita kusta,  hanya masalah petugas propinsi dan kabupaten  tidak mempunyai kemampuan pengelolaan program, melakukan perencanaan, pengorganisasian sumber daya,  melaksanakan kegiatan, memonitoing dan mengevaluasi program eliminasi kusta, walaupun mereka mempunyai kemampuan hanya sebatas formalitas untuk memenuhi pertanggung jawaban keuangan, seperti contoh diatas  struktur organisasi ADEK yang dibuat asal jadi, ditandatangani oleh Gubernur sekedar untuk memenuhi administrasi pertanggung jawaban keuangan,  pertanggung jawaban kegiatan jauh dari yang diharapkan. Uang seharusnya sebagai alat untuk mencapai tujuan ADEK tetapi kalau uang sebagai tujuan  dari ADEK, saya catat dalam notebook “kapan berhasilnya eliminasi kusta di Sulawesi Barat”

Ketiga; Rekomendasi yang dihasil. Pada pertemuan ADEK yang kedua ini menghasilkan rekomendasi yang tidak menggambarkan secara menyeluruh subtansi dari adanya Aliansi Daerah Eliminasi Kusta  sebagaimana yang dipaparkan oleh konsultan  dr.Firmansyah Arief,MPH  dalam membawakan materi Strategi Global Pemberantasan Penyakit Kusta 2011-2015, Persiapan implementasi Global Strategi 2011-2015 Global  dengan target menurunkan angka cacat 2 diantara penderita baru per 100.000 penduduk, mulai tahun 2011 bisa mencapai 35 % pada akhir 2015. Dimana Strategi pemberantasan Kusta difokuskan pada :

Penemuan kasus baru, Kualitas penanganan kasus kusta, Pemeriksaan kontak se rumah dan tetangga, Pengobatan gratis,  Meningkatkan cakupan program, Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan, Jejaring rujukan yang efisien, POD/CBR, Penelitian operasional dan Survei Drug resistance serta Penelitian (Obat baru, alat/cara pencegahan dan test adanya infeksi).

Lebih lanjut dr. Firmansyah menjelaskan;  yang perlu Kabupaten juga propinsi  lakukan untuk  5 sampai  dengan 10 tahun  ke depan adalah :

  • Fokus untuk kesinambungan program pemberantasan penyakit kusta
  • Menjaga ketersediaan SDM dan pendanaan program
  • Mengurangi kecacatan diantara penderita baru
  • Meningkatkan jaringan rujukan
  • Meningkatkan kualitas layanan kesehatan
  • Meningkatkan pengetahuan masyarakat dan tenaga kesehatan ttg penyakit kusta
  • Penggunaan SDM secara efektif dan efisien
  • Setting prioritas kegiatan
  • Memonitor dan menilai kinerja program berdasar indikator yang telah ditetapkan secara Nasional dan Global
  • Meningkatkan upaya mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap orang terkena kusta
  • Meningkatkan dukungan pemerintah daerah untuk membantu mengentaskan penyakit kusta di daerah masing-masing

Penjelasan dr. Firmansyah ini tentu sangat jauh dari Rekomendasi yang di hasilkan dalam acara ADEK Propinsi Sulawesi Barat yang kedua ini, rekomendasi tersebut adalah

  1. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Kusta  Terintegrasi Pada pelayanan Kesehatan Umum dan rumah sakit.
  2. Peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat  tentang penyakit kusta  melalui promosi kesehatan atau penyuluhan dengan pemberdayaan, melibatkan  Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) local dan  mantan penderita kusta.
  3. Mengupayakan anggaran APBD propinsi dan kabupaten  minimal 25 juta untuk program kusta sesuai kesepakatanAliansi Nasional Eliminasi Kusta di Bali 2008
  4. Pengelola Program Kusta yang sudah terlatih tidak dimutasi  minimal 3 tahun
  5. Mendorong peningkatan  penemuan penderita  baru secara aktif  melalui kegiatan pemeriksaan kontak dan RVS
  6. Melaksanakan mapping penderita kusta yang sudah sembuh selama 5 tahun
  7. Masa kerja pengurus ADEK selama 2 tahun dan setiap akhir kepengerusan memberikan pertanggung jawaban
  8. Bahwa untuk mengoptimalkan peran ADEK perlu dilakukan penyempurnaan Struktur Organisasi ADEK

Rekomendasi  yang dibuat ini, hanya pengulangan Rekomendasi ADEK yang pertama. Terlihat bahwa rekomendasi ini kurang tegas dan tidak jelas kepada siapa ditujukkan. Pada acara pertemuan tersebut saya memcoba untuk kritis, namun ketiadakan waktu, saya hanya mencatat dalam notebook “beberapa catatan subtansi pertemuan ADEK Sulawesi Barat”, sebagaimana judul dalam tulisan ini.  Tidak tegas karena hanya merupakan pernyataan-pernyataan umum dan kepada siapa ditujukkan karena yang membuat rekomendasi ini  adalah peserta yang notabenenya adalah Bupati, Ketua DPRD propinsi dan kabupaten Se Sulawesi Barat, Bappeda, Dinas Kesehatan Propinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten Se Sulawesi Barat. Seharusnya rumusan tepat adalah Nota Persetujuan, karena dengan nota persetujuan maka upaya-upaya untuk mempercepat eliminasi kusta akan lebih maksimal dan sangat jelas kepada siapa nota persetujuan diberikan yaitu diberikan kepada masing-masing instansi dimana peserta berada dan bekerja. Tetapi kalau hanya dalam bentuk rekomendasi seperti diatas hanya ditujukan kepada pelaksana program yang tentunya walaupun tidak direkomendasikan pengelola program tetap akan melaksanakan  upaya-upaya tersebut walaupun dalam segi manajerial masih dianggap kurang.

Sebenarnya yang menarik dari pertemuan ADEK ini selain dari presentase konsultan  adalah hanyalah pernyataan Bupati Polewali Mandar, Bpk Ali Baal, ketika pembuka acara, pernyataannya adalah ” Kalau memang saya didaulat tahun lalu sebagai ketua dan sudah setahun berjalan dan ternyata masalahnya masih banyak ditemukan terutama pengorganisasian ADEK, kita harus bertekat tahun 2010-2013  harus bekerja keras dan tahun 2014 tidak ada lagi kusta di Polewali Mandar dan Kabupaten lainnya di Propinsi Sulawesi Barat.” Peserta ada yang pesimis, tetapi kemudian Bupati Polewali Mendar Kembali menegaskan “ Paling tidak type Basah (MB) tidak ditemukan tetapi hanya type kering (PB). Bahkan Bupati dengan cerdas menjelaskan kegiatan-kegiatan operasionanya “ petugas harus ditingkatkan pengetahuannya, penyuluhan ditingkatkan dilokasi kusta, penyediaan obat harus selalu tersedia dan yang terpenting adalah kreatifitas dan motivasi harus selalu ada untuk membangun kabupaten.

Pernyataan Bupati inilah yang pada dasarnya menjadi subtansi dari ADEK ke Dua Propinsi Sulawesi, dan ini subtansi inilah yang seharusnya dijabarkan oleh peserta pertemuan dalam bentuk NOTA persetujuan dari induvidu-induvidu (peserta pertemuan), bukan suatu rekomendasi  yang tidak tegas dan kepada siapa.

Dan catatan  saya yang terakhir (Keempat) adalah Pertemuan ADEK tampa RKTL. Rekomendasi yang telah disusun semakin tidak jelas dengan ketiadakan Rencana Kerja tindak Lanjut (RKTL), kegiatan  apa, siapa dan kapan untuk merealisasikan rekomendasi yang dibuat, semakin tampa arah dan dan ketidakjelasan subtansi ADEK Propinsi Sulawesi Barat. Kabupaten Polewali Mandar sebagai ketuapun hanya sekedar nama, Sekretariatnya Dinas Kesehatan yang dikelola para pengelola program kustapun tidak mempunyai pedoman operasional —paling tidak dalam bentuk RKTL-ADEK 2009-2010—–untuk dapat mengembang ADEK agar tujuan ADEK mempercepat penurunan kasus kusta untuk menuju eliminasi Kusta tahun 2015 sepertinya hanya sekedar wacana.

————————————————————————————————————————————————-

Baca juga Artikel  terkait

  1. Kantong Penyakit Kusta di Polewali Mandar
  2. ADEK dan Penanggulangan Penyakit Kusta di Sulawesi Barat
  3. Epidemiologi Dalam Program Cegah Penyakit Kusta
  4. Faktor Resiko dan Epidemiologi Penyakit Tidak Menular
  5. Stakeholder, istilah apakah itu ?
  6. Penentuan Indikator Ke Enam (VI) MDGs Bagian Pertama
  7. Hasil penyelidikan Kasus JUMINO, Neurofibromatosis di Polewali Mandar
————————————————————–
@arali2008
Opini dari Fakta Empiris
Seputar Masalah Epidemiologi Gizi dan Kesehatan
Di Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat.

Tentang Arsad Rahim Ali
Adalah Pemilik dan penulis blog situs @arali2008. Seorang Nutritionist, Epidemiolog Kesehatan, Perencana Pembangunan Kesehatan (Daerah), Citizen Jurnalist Blog, Pemerhati -----OPINI DARI FAKTA EMPIRIS----seputar masalah epidemiologi gizi, kesehatan dan Pembangunan Kabupaten di wilayah kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat. Dapat memberikan gambaran hasil juga sebagai pedoman pelaksanaan Pembangunan Kesehatan (Daerah) di Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat Negara Republik Indonesia. Tertulis dalam blog situs @arali2008 sejak 29 Februari 2008.

Tinggalkan komentar