Memposting yang tidak Dikerjakan
Oktober 23, 2020 Tinggalkan komentar
Polewali Mandar Sulawesi Barat @arali2008, — Mengapa kamu memposting sesuatu yang kamu tidak kerjakan? Ini adalah Judul tulisan terinspirasi dari begitu banyaknya postingan copy paste yang bertebaran di media sosial, tampa mencantumkan sumber. Judul tulisan ini juga merupakan penjabaran dari Firman Allah Taala tentang sesuatu yang tidak dikerjakan dan kemudian diceritaka. Tulisan ini sebagai bagian dari pengembangan kesehatan spritual.
Saya kadang berpikir, apa tidak bisa sang copy paste sedikit berinovasi dengan melakukan telaahan dan kemudian menulisnya berdasarkan hasil pemikirannya.
Ketika saya buka media sosial, saya sangat hati-hati dalam membaca status postingan. Saya tidak bisa menolak mentah-mentah sebuah status, karena bisa jadi itu kebaikan. Menolak membacanya berarti menolak kebaikan.
Saya juga tidak bisa menerima langsung sebuah status, karena bisa jadi itu adalah keburukan. Membacanya bisa jadi itu adalah keburukan bagi saya.
Demikian saya juga sangat hati-hati dalam menulis status postingan, tidak saya lakukan bila saya belum praktekkan.
Salah satu status postingan yang sangat hati-hati saya membacanya dan saya postingkan adalah status tasawuf.
Sering ditemukan ada yang rajin mengajak orang melalui isi postingan tasawuf, sementara yang bersangkutan belum mempraktekannya. Saya sangat hati-hati karena Allah Taala mengingatkan.
“Wahai orang-orang beriman mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Qs.As-Saff: 2)
Jawaban dari sang pembuat status, biasanya “saya membagikan informasi dan ilmu pengetahuan kepada teman-teman”. Ungkapnya.
Tidak ada masalah kalau informasi bersifat publik yang berlaku untuk semua orang termasuk diri sendiri.
Menjadi masalah adalah informasi ilmu setinggi langit yang hanya bisa dimengerti oleh mereka telah memahaminya. Misalnya saja ilmu Tasawuf, memberikan informasi dengan isi pesan, “mengajak”, sementara pembuat status belum mempraktekannya. Bagi saya sedapat mungkin dihindari sebelum dipraktekkan. Karena saya tahu itu tidak pantas.
“Itu sangat dibenci disisi Allah, jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (QS. As-Saff:3)
Sekaliber Al Gazali saja tidak berani mencatat risalahnya sebelum adanya ilham dari hasil prakteknya, padahal secara indra, pertimbangan, akal dan kebijaksanaan telah layak untuk dirisalahkan kepada pengikutnya ataupun ke publik yang berniat mendalami ilmunya.
Ya.. selayaknya ilmu tasawuf yang didapat diamalkan alias dipraktekkan terlebih dahulu kemudian mengatakannya sebagai bagian dari tahapan evaluasi diri dan kemudian bertawakalah supaya Allah Ta’ala tidak membencimu.
“Dan bertakwalah kepada Allah dan Allah akan mengajarimu” (Qs-al-baqarah-ayat-282.)
Demikianlah Allah Ta’ala mengajarkan, tidaklah baik mengatakan sesuatu yang belum dikerjakan
***
Blogger @arali2008
Opini dari Fakta Empiris Seputar Masalah Epidemiologi Gizi, Kesehatan dan Sosial
di Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat Indonesia
Your Comments to My Posts