Epidemiologi Dalam Program Cegah Penyakit Kusta

Polewali Mandar Sulawesi Barat.– Para wasor kusta dan pelaksana kusta puskesmas telah bekerja, terlepas dari kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan penyakit kusta, fakta menunjukkan mereka telah bekerja.

Anda (petugas kusta) harus bangga terhadap  apa yang anda lakukan. ketika pasien kusta berhasil disembuhkan, berarti Anda telah menyelamatkan kehidupannya, melepaskannya dari stigma sosial sebagai kutukan.

Dan inti dalam program pencegahan dan penanggulangan penyakit kusta adalah   pengelolaan  kontak, penderita dan keluarganya serta orang-orang disekitarnya, menemukan kasus sedini mungkin dan mencegah/memutuskan rantai penularan.

Merupakan tiga issu utama dalam pertemuan monitoring dan evaluasi (monev) program pencegahan dan penanggulangan kusta  Provinsi Sulawesi Barat tanggal 15 Juni 2010 di Mamuju. Namun demikian saya tidak terlalu membahas panjang lebar ketiga issu ini, tetapi saya akan mencoba menjelaskan  program pencegahan dan penanggulangan kusta dari sudut pandang epidemiologi.

Ketika seorang petugas kusta puskesmas menemukan penderita, bisa berdasarkan pemeriksaan anak sekolah SD/Taman Kanak-Kanak atau sederajat , bisa juga dengan Rapid Village Survey (RVS) atau Survei Cepat) juga laporan keluarga atau masyarakat. Maka yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan pengklasifikasian PB (Pausi Basiler) atau MB (Multi Basiler) dan kemudian melakukan kegiatan paket pengobatan  atau tepatnya disebut tatalaksana kasus penderita kusta.

Dimulai Dari Deteksi Kasus

Penemuan kasus penderita kusta melalui pemeriksaan suspek dalam program kusta disebut dengan Case Deteksi Rate yang dalam bahasa Indonesia diartikan jumlah kasus yang terdeteksi (positif), menunjukkan kasus-kasus yang dicurigai (suspek),  biasanya dari pemeriksaan kontak kepada orang-orang yang sering kontak dengan penderita dan positif  menderita kusta. Case Deteksi  Rate  yang selanjutnya disingkat dengan CDR.

CDR dihitung dengan rumus :  penderita baru dibagi dengan jumlah penduduk dalam satu wilayah dikali dengan konstanta 100.000. Targetnya CDR seyogyanya tidak lebih dari 5 per 100.000 penduduk (Target < 5 per 100.00 pddk)  Artinya dari 100.000 penduduk dalam suatu wilayah yang endemik sebaiknya hanya ada 5 kasus penderita kusta atau dalam 20.000 penduduk  sebaiknya hanya ada satu kasus baru penderita kusta atau dalan satu kecamatan atau puskesmas yang mempunyai jumlah penduduk 20.000 jiwa sebaiknya hanya ada satu kasus penderita kusta. CDR ini dalam kajian epidemiologi biasa disebut dengan Incident Rate (jumlah Kasus Baru).

Incident Rate (IR) dari data kusta kabupaten Polewali Mandar tahun 2009 ditemukan kasus baru sebanyak 106  dengan jumlah penduduk 373.263 jiwa maka CDRnya adalah 28 per 100.000 penduduk dibandingkan dengan target nasional 5 per 100.000 penduduk, jelas CDR kusta Polewali Mandar ini masih sangat tinggi.

Dari Angka Deteksi Kasus Penderita Kusta ini,  selanjutnya juga dapat dihitung prevalensi  (besarnya kasus),  —————–atau dalam istilah epidemiologinya  dinyatakan dengan Prevalensi Rate disingkat PR. ———Penggunaannya  dalam penanggulangan kusta  dicontohkan kasus yang ada di Kabupaten Polewali Mandar  dalam  tahun 2009 ada penderita kusta sebanyak 109 penderita (106 kasus baru + 3 Kasus Lama), klasifikasi dengan MB paling banyak ditemukan yaitu 90 penderita daripada penderita dengan Klasifikasi PB yaitu sebanyak 19 penderita.  Dari 109 penderita terdiri dari kasus baru, baik yang PB maupun yang MB, juga termasuk kasus lama (PB maupun MB).

Dari temuan pertahun ini  selanjutnya dapat dihitung prevalensinya  —— besaran kasus  pada masyarakat——yaitu jumlah kasus tersebut (kasus baru dan kasus lama) dibagi dengan jumlah penduduk diwilayah tersebut, dengan stándar tertentu bisa ditentukan kasus ini bermasalah atau tidak bermasalah dalam lingkup masyarakat. Hasil Prevalensi Rate ini biasa disebut dengan masalah kesehatan masyarakat. Stándar yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah dibawah 1 per 10.000 penduduk, target ini juga merupakan target eliminasi kusta dalam suatu wilayah.

Jadi kalau di Polewali Mandar ditahun 2009 ada jumlah kasus kusta 109 penderita dengan jumlah penduduk  373.263 jiwa maka prevalensi rate penyakit kusta dapat dihitung yaitu 109 dibagi 373.262 dikali 10.000 didapat sebesar 3 per 10.000 penduduk. Dengan target Nasional 1 per 10.000 penduduk, berarti  kasus Kusta  yang ada di Polewali Mandar masih cukup tinggi, merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian di Polewali Mandar, dan ini sebenarnya tidak boleh dibiarkan.

Dari Deteksi Kasus ke Register Kohor

Selanjutnya Penderita yang telah ditemukan hasil dari CDR, oleh petugas mencatatnya dalam buku register kohor, maksudnya penderita ini akan masuk dalam pemantauan proses perkembangan penyakitnya, perkembangan pengobatannya, perkembangan efek sampingnya dan berbagai perlakuan  terhadap penderita kusta ini.

Dalam cacatan register kohor, 106 penderita (kasus  baru Polewali Mandar) dalam proses pemantauan penderita kusta, ada kusta yang berhasil mendapat paket pengobatan  ada juga penderita yang tidak berhasil mendapatkan pengobatan.

Penderita kusta yang berhasil mendapatkan paket pengobatan  baik  penderita dengan klasifikasi  PB  untuk  paket  pengobatan 9 bulan  dengan pengobatan   target 6 bulan, maupun untuk  paket pengobatan MB 18 bulan dengan target minimal pengobatan tidak boleh kurang dari 7 bulan, mereka ini biasa dinyatakan sebagai  penderita yang RFT singkatan dari Release From Treatment  yaitu penderita yang telah selesai pengobatannya —tetapi belum bisa dikatakan sembuh— mengapa?  Asumsinya kuman kusta telah mati dan hancur selama pengobatan, namun penderita masih bisa ditemukan reaksi setelah pengobatan, reaksi bisa karena selesainya pengobatan, bisa juga karena reaksi adanya kuman yang telah mati dan tertinggal tubuh dan bisa juga karena penyesuaian-penyesuaian tubuh terhadap keadaan fisik pasien, biasanya reaksi  berkisar 20-30% dari seluruh penderita yang telah selesai pengobatan.  Secara epidemiologi RFT ini dapat dihitung dengan rumus  banyaknya penderita RFT dibagi dengan  semua penderita yang ada dalam kohor  dan dinyatakan dengan presentase, dalam konteks epidemiologi (kesehatan masyarakat) presentase tidak boleh kurang dari 95% (target 95%) atau hanya 5 %  penderita yang tidak berhasil dalam paket pengobatan..

Bagi penderita kusta yang tidak berhasil mendapat paket pengobatan (kurang dari  target minimal pengobatan) biasa disebut dengan default  atau dalam bahasa Indonesianya “lalai dalam pengobatan”. Default bisa karena

  • –          tidak cukup bulan pengobatan,
  • –          bisa juga karena meninggal,
  • –          bisa juga karena pindah, atau
  • –          bisa juga karena penderita mengalami kecacatan sehingga tertunda pengobatannya.

Penyebab-penyebab default dapat dihitung presentasenya sebagai distribusi dari  default,  nilai totalnya  dapat dinyatakan sebagai Penderita dengan default. Penderita dengan default  ini tidak masuk dalam hitungan Cakupan RFT (Release From Treatment). Dulu istilah default dinyatakan sebagai Droup Out (DO), dalam kasus  penyakit kusta istilah Droup Out kurang tepat, karena penyakit  bila penderita tersebut gagal dalam pengobatan tapi  tetap dipantau oleh petugas kusta ——- masih tetap tertulis dalam kohor—– , droup out lebih cenderung tidak dipantau lagi oleh petugas alias data keluar dan tidak tertulis dalam kohor lagi.

Pelajaran yang dipetik

Dari tinjau epidemiologi penanggulangan kusta ini dapat dilihat bahwa petugas disamping mempunyai  kemampuan tatalaksana penderita juga harus mempunyai kemampuan epidemiologi, disamping itu juga petugas kusta diharuskan mempunyai kemampuan mengelola program. Petugas-petugas kusta di Kabupaten-Kabupaten Provinsi Sulawesi Barat kurang memiliki ketiga komponen ini, tetapi tulisan ini bukan menafikan peran petugas kusta.

Para wasor kusta dan pelaksana kusta puskesmas telah bekerja terlepas dari kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan penyakit kusta, mereka sedikit demi sedikit terus di bina, dan tetap dihargai karena mereka mau bekerja walaupun itu hanya menangani beberapa penderita. Saya tulis ini karena ketika mengikuti pertemuan Monitoring dan Evaluasi program Pencegahan dan penanggulangan penyakit Kusta di Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, ada kecenderungan saling menyalahkan peran dari wasor kusta kabupaten dan petugas kusta puskesmas termasuk juga pengelola program tingkat Provinsi.

Yang terpenting juga bahwa setiap  petugas kusta harus bangga terhadap  apa yang telah lakukan, menangani penderita kusta sampai penderita tersebut sembuh merupakan suatu kegiatan yang dapat membantu penderita lepas dari penderitaanya seumur hidup, menghentikan atau memutuskan rantai penularan penyakit kusta, serta penderita dapat hidup layak dan lepas dari stigma masyatakat tentang kusta sebagai  sampah dari masyarakat. Artinya semuanya adalah Anda harus bangga terhadap apa yang anda lakukan.

Dan yang terakhir adalah, sebenarnya dalam pelaksanaan program pencegahan dan penanggulangan penyakit kusta adalah pengelolaan kontak. Setiap penderita yang telah ditemukan, lakukan atau rancang pengelolaan kontak kepada penderita, kepada keluarganya, kepada tetangganya, lakukan dengan baik dan benar, mencegah penularan dan penemuan kasus sedini mungkin. Sekali lagi bila ini dilakukan dengan baik dan benar, Prevalensi kusta dapat diturunkan sampai batas yang dapat dieliminasi dibawah 1< per 10.000 penduduk.

Baca juga artikel terkait

  1. ADEK dan Penanggulangan Kusta Di Polewali Mandar

————————————————————–

Blogger @arali2008

Opini dari Fakta Empiris Seputar Masalah Epidemiologi Gizi, Kesehatan dan Sosial
di Kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat Indonesia

Tentang Arsad Rahim Ali
Adalah pemilik dan penulis blog situs @arali2008. Seorang Nutritionist, Epidemiolog Kesehatan, Perencana Pembangunan Kesehatan (Daerah), Citizen Jurnalist Blog, Pemerhati -----OPINI DARI FAKTA EMPIRIS----seputar masalah epidemiologi gizi, kesehatan dan Pembangunan Kabupaten di wilayah kabupaten Polewali Mandar Provinsi Sulawesi Barat. Dapat memberikan gambaran hasil juga sebagai pedoman pelaksanaan Pembangunan Kesehatan (Daerah) di Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat Negara Republik Indonesia. Tertulis dalam blog situs @arali2008 sejak 29 Februari 2008.

5 Responses to Epidemiologi Dalam Program Cegah Penyakit Kusta

  1. Eliza says:

    Hi, saya pikir ini adalah situs yang sangat baik. Aku tersandung
    Aku akan kembali sekali lagi untuk membaca tulisan-tulisan anda disini
    dengan tulisan-tulisan mungkin Anda menjadi kaya dan terus membantu orang lain.

  2. Terima kasih pak saya suka dengan tulisannya

  3. You got numerous positive points there. I made a search on the issue and found nearly all peoples will agree with your blog.

  4. Muhammad Irsyadi says:

    Assalamu Alaikum… sya Mahasiswa STIKes BIGES pak… sya maw ijin mengkopi datanya bapak sehubungan dengan judul skripsi sya pak moga2 bapak berkenan…
    Terima kasih banyak pak atas smua infonya…
    Wassalam..

  5. camera says:

    makasih banyak untuk semua infonya,,,

    izin untuk menyimpan…

    salam hangat,,,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: