Membaca Undang-Undang RI No. 36 th 2009 tentang Kesehatan
Januari 19, 2010 34 Komentar
Polewali Mandar Sulawesi Barat.@arali2008– Membaca Undang-Undang RI No. 36 th 2009 tentang Kesehatan yang dimulai dari menimbang,—–terdiri dari 5 dasar pertimbangan perlunya dibentuk undang-undang kesehatan yaitu pertama; kesehatan adalah hak asasi dan salah satu unsur kesejahteraan, kedua; prinsip kegiatan kesehatan yang nondiskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan. Ketiga; kesehatan adalah investasi. Keempat; pembangunan kesehatan adalah tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, dan yang Kelima adalah bahwa undang-undang kesehatan no 23 tahun 1992 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat—– Kemudian —– mengingat ; Undang-Undang Dasar tahun 1945 Negara Republik Indonesia—dan menetapkan undang-undang kesehatan yang terbaru ini, yang terdiri dari 22 bab dan pasal-ke pasal sejumlah 205 pasal, serta penjelasannya.
“Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsure kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Saya hanya mendapatkan “satu pokok pikiran” setelah membacanya yaitu telah ada niat ingin melakukan perubahan paradigma upaya pembangunan kesehatan yaitu dari paradigma sakit yang begitu kental pada Undang-Undang Kesehatan sebelumnya (no 23 tahun 1992) bergeser menjadi paradigma sehat.
“Untuk itu, sudah saatnya kita melihat persoalan kesehatan sebagai suatu faktor utama dan investasi berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang biasa dikenal dengan paradigma sehat, yakni paradigma kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan rehabilitatif. Dalam rangka implementasi paradigma sehat tersebut, dibutuhkan sebuah undang-undang yang berwawasan sehat, bukan undang-undang yang berwawasan sakit. Pada sisi lain, perkembangan ketatanegaraan bergeser dari sentralisasi menuju desentralisasi yang ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.”
Ada niat karena setelah membaca undang-undang kesehatan terbaru ini jelas mampu menjawab komplesitas pembangunan kesehatan yang tidak terdapat (tertampung lagi) dalam undang-undang kesehatan yang lama.
“Undang-Undang tersebut memuat ketentuan yang menyatakan bahwa bidang kesehatan sepenuhnya diserahkan kepada daerah masing-masing yang setiap daerah diberi kewenangan untuk mengelola dan menyelenggarakan seluruh aspek kesehatan. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan PemerintahNomor 38 Tahun 2007 yang mengatur tentang pembagian urusan antara Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan perlu disesuaikan dengan semangat otonomi daerah. Oleh karena itu, perlu dibentuk kebijakan umum kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh semua pihak dan sekaligus dapat menjawab tantangan era globalisasi dan dengan semakin kompleksnya permasalahan kesehatan dalam suatu Undang-Undang Kesehatan yang baru untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan”
Hanya saja Undang-Undang Kesehatan yang baru ini (no. 36 tahun 2009) tidak memuat konsep yang jelas tentang “kesehatan masyarakat” —— mungkin karena undang-undang ini hanya menyangkut tentang kesehatan saja—— Sebagaimana inti dari paradigma sehat, yaitu pendekatan promotif dan preventif yang tentunya sasaran utamanya adalah masyarakat, kemudian masuk kepada induvidu-induvidu atau perorangan,—— tapi biasanya membatasi diri pada induvidu atau perorangan—- bukan kuratif dan rehabilitative yang sasarannya adalah dari induvidu-induvidu kemudian meluas pada masyarakat, yang seharusnya tidak bisa diklaim sebagai kesehatan masyarakat karena sifatnya yang homogen, menyangkut individu——masyarakat itu sendiri sifat heterogen— Bahkan masyarakat ini sendiri tidak dicantumkan dalam ketentuan umum dalam undang-undang kesehatan terbaru ini, sehingga undang-undang kesehatan ini ——–kalau boleh saya katakan——- hanya di peruntukkan untuk pemerintah pusat dan daerah termasuk petugas kesehatan sebagai payung hukum untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan. Tetapi tidak diperuntukkan untuk masyarakat sebagai pemilik kesehatan, pemilik partisipatif, pemilik investasi kesehatan, pemilik hak asasi kesehatan dan sebagai subjek pembangunan kesehatan, SANGAT IRONIS !!!
Masyarakat walaupun dalam undang-undang ini disebutkan seperti pada Bab 1 Ketentuan umum pasal 1 ayat 2 menyebutkan “Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.” Penjelasan dari ketentuan umum seperti yang ada pada bab V tentang sumber daya bidang kesehatan, bahkan keterangan lainnya pada pasal-pasal berikutnya tentang masyarakat tidak ditemukan sama sekali, padahal sangat jelas di atas, ada tiga penyelenggara upaya kesehatan yaitu pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat, Apakah mereka (Anggota DPR RI) lupa atau tidak tahu sama sekali, bahwa masyarakat salah salah satu unsur dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Wallahu a’lam!?
Undang-Undang Kesehatan terbaru ini (no. 36 tahun 2009) akan semakin kurang jelas bila dikaitkan dengan mereka yang bekerja dalam lingkup kesehatan masyarakat karena “pengertian kesehatan Masyarakat”, pengertian tentang “kesehatan” memang ada dalam undang-undang ini ( Bab 1 ketentuan umum pasal 1 ayat 1 ) yaitu “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.” Namun pengertian tentang kesehatan masyarakat sebagai kunci dari paradigma sehat sama sekali tidak ditemukan.
Saya seorang yang berkecimpung dalam kegiatan epidemiologi kesehatan ———-Ilmu yang mempelajari kesehatan masyarakat bukan kesehatan induvidu———–sebagai ibu dari kesehatan masyarakat, hanya bisa menulis bahwa Pendekatan promotif dan preventif yang tentunya sasaran utamanya adalah masyarakat, kegiatannya dimulai dari penggerakan pelayanan kesehatan masyarakat kemudian masuk atau membatasi diri kepada kegiatan kesehatan induvidu-induvidu atau perorangan. Sementara kuratif dan rehabilitative yang sasaran kegiatannya dimulai dari kegiatan atau pelayanan kesehatan induvidu-induvidu kemudian meluas dan tidak membatasi diri kepada lingkup masyarakat dan mengklaim sebagai kegiatan yang mencakup masyarakat luas alias kesehatan masyarakat. Yang jelas kuratif dan rehabilitatif adalah pendekatan paradigma sakit yang sudah terbukti gagal dalam proses pembangunan kesehatan Nasional.
Pada penjelasan pasal 3, sedikit dijelaskan tentang kesehatan masyarakat, namun kalau dicermati, pasal 3 dan penjelasannya tersebut hanya merupakan penjabaran dari pengertian tentang “kesehatan” sebagaimana disebutkan dalam undang-undang kesehatan terbaru ini.
Pasal 3. tersebut menyatakan “Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.”
Penjelasannya dari Undang-undang ini adalah “Mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya. Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mungkin dapat dicapai pada suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat. Upaya kesehatan harus selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus agar masyarakat yang sehat sebagai investasi dalam pembangunan dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomis.”
Dalam penjelasan tersebut Pengertian atau definisi tentang kesehatan masyarakat sama sekali tidak ditemukan, padahal dalam Pasal 33 ayat 1 “Setiap pimpinan penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat harus memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat yang dibutuhkan.” Namun “Apakah Kesehatan Masyarakat itu?, tidak jelas atau belum jelas dalam undang-undang kesehatan ini.
Sehingga ketika masuk pada bab II asas dan tujuan, sebenarnya undang-undang kesehatan ini ditujukan kepada siapa, Apakah untuk masyarakat?, yang jelas tidak mungkin secara tersirat ditujukan kepada masyarakat tetapi karena tidak tersurat, sehingga undang-undang hanya ditujukkan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan.
Bab-bab lainnya dan pasal-pasal selanjutnya misalnya bab III tentang Hak dan Kewajiban, pada bagian pertama tentang hak hanya berisi hak-hak perorangan tentang kesehatan, nanti pada bagian kedua tentang kewajiban berisikan kewajiban kesehatan terhadap diri sendiri, masyarakat dan wawasan lingkungan sehat.
“Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan.”
Namun demikian Kewajiban atau tanggung jawab masyarakat itu sendiri tidak ditemukan, —sekali lagi tidak ditemukan——– yang ada hanyalah tanggung jawab pemerintah, seperti yang diuraikan dalam bab IV. Di Bab lain juga hanya ada peran serta masyarakat seperti yang diuraikan pada Pasal 174 dan pasal 175 Bab XVI tentang peran serta masyarakat, berbunyi “ Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, secara aktif dan kreatif”
Namun sekali lagi kesehatan masyarakat, dan atau masyarakat dalam undang-undang kesehatan terbaru ini sepertinya masih perlu dijabarkan lagi atau diatur lebih lanjut dengan peraturan menteri kesehatan, atau telah dijabarkan sebagaimana dicantumkan dalam “Pasal 203 Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.”
Selamat Tinggal Undang-Undang Kesehatan Yang Lama dan Selamat Atas Berlakunya Undang-Undang Kesehatan Yang Baru. Sebagaimana ditunjukkan Pasal 204. Pada saat Undang-Undang ini berlaku,—— tanggal 30 Oktober 2009—— Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Secara Keseluruhan Sistimatika dari Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan adalah:Bab I Ketentuan Umum yang menurut pembacaan penulis kurang sistemetik dan tidak tuntas penjelasannya misalnya saja pengertian dari “Kesehatan masyarakat” dan pengertian dari “masyarakat” itu sendiri Bab II Maksud dan Tujuan Bab III Hak dan Kewajiban Bab IV Tanggung Jawab Pemerintah Bab V Sumber daya Bidang Kesehatan, yang berisi tentang tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan Bab VI Upaya Kesehatan, yang berisi upaya pelayanan kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat : pelayanan kesehatan;, perbekalan kesehatan,Tehnologi dan produk tehnologi pelayanan kesehatan tradisional; peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit; penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan; kesehatan reproduksi; keluarga berencana; kesehatan sekolah; kesehatan olahraga; pelayanan kesehatan pada bencana; pelayanan darah; kesehatan gigi dan mulut; penanggulangan gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran; kesehatan matra; pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan; pengamanan makanan dan minuman; pengamanan zat adiktif; dan/atau bedah mayat. Bab VII Kesehatan ibu, bayi, anak, remaja, Lanjut Usia dan Penyandang Cacat Bab VIII Gizi Bab IX Kesehatan Jiwa Bab X Penyakit Menular dan tidak menular Bab XI Kesehatan lingkungan yang bersisi tentang lingkungan yang berwawasan kesehatan (lingkungan sehat) meliputi limbah cair; limbah padat; limbah gas; sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah; binatang pembawa penyakit; zat kimia yang berbahaya; kebisingan yang melebihi ambang batas; radiasi sinar pengion dan non pengion; air yang tercemar; udara yang tercemar; dan makanan yang terkontaminasi. Bab XII Kesehatan Kerja Bab XIII Pengelolaan Kesehatan. yang berisi tentang : pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan hukum kesehatan Bab XIV Informasi Kesehatan Bab XV Pembiayaan Kesehatan Yang berisi pembiayaan kesehatan 5 % APBN, 10 % APBD dimana 2/3 untuk kegiatan preventif dan promotif Bab XVI Peran serta Masyarakat disini berisi peran serta masyarakat tetapi masih tersirat masyarakat masih sebagai objek dalam pembangunan kesehatan———————————————————————————————————————————————
Bab XVII Badan Pertimbangan Kesehatan Bab XVIII Pembinaan dan Pengawasan Bab XIX Penyidikan Bab XX Ketentuan Pidana Yang berisi ketentuan pidana penjara dan denda bagi pelanggaran pelaksanaan sumber daya kesehatan dan upaya kesehatan, yang menarik dari bab ini adalah pada Pasal 200 “Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) “ Menarik bagi penulis karena ASI eksklusf adalah penentu status kelangsungan dan perkembangan Sumber Daya Manusia yang handal. Dan juga presentase penggunaan ASI Eksklusif yang baru mencapai 25-50%.
Bab XXI Ketentuan peralihan Bab XXII Penutup
Catatan : Anda bisa mendownload Undang-Undang Kesehatan no 36 tahun 2009 pada halaman download pada web @arali2008.wordpress.com ini. Pada halaman download ini juga Anda bisa mendownload beberapa hasil penelitian penulis dan beberapa tulisan-tulisan dan laporan kajian tentang pembangunan kesehatan serta pedoman tentang pelaksanan kegiatan kesehatan di Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat. Anda juga bisa membaca artikel terkait tulisan ini yaitu Sinergiskah UU Kesehatan dengan Rencana Pembangunan Jangka Pangan Nasional (RPJPN)
———————————————————————————————————————–
Blogger @arali2008
Opini dari Fakta Empiris Seputar Masalah Epidemiologi Gizi dan Kesehatan
di Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi Barat.
5
mantap artikelnya…
Trims atas share informasinya.. sangat membantu
analisis donk Pak, tentang UU Kesehatan No.36 tahun 2009 Pasal 128 dan Pasal 129…
TANYa: 1. Apa komentar / tanggapan bapa menggenai Peraturan uu kesehatan
2. apa nilai positif pd peraturan tersebut
3. apa yg di maksud dgn komentar empiris
mohon info tentang PP atau UU yang membahas jasa medis?
terima kasih pak jawabanya. ini sangat membantu tugas kampus saya.
apa perbedaan dan persamaan uu yang baru dengan yang lama. ?
boleh di copy ga bhan UUD nya pak..buat ngerjain tgas..
Dalam Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009, dijelaskan BAB III, Hak dan Kewajiban bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. MOHON bantuan dan ARAHAN bapak untuk di Jelakan dan berikan contoh dengan tepat. mksh….. 😀
Saya cukup respon dg argumen p’arali dlm membedah uu kes yg baru ……namun sprti yang trmaktud dlm 5 dsr prtmbngn dibentuk undang-undang kesehatan yg bru yaitu point ke 5 adalah bahwa undang-undang kesehatan no 23 tahun 1992 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat.Pd dsrnya zaman tlah brubh,kumn pnykit tlh mnyesuaikn dg keaadn ( Membentuk andibody bru – resistensi ), kt hrus mulai berfkr kedpan bhw keshatn prbdi /klurga adalh mdal darsr mencptkan sdm yg brmutu tnp mngbaikn kesmsy scr mnylurh,mri kita mulai dri dirisndri u brpkir sht & brpya mewjdnya (pmrinth hny mmpsilitasi), msyrkrt hrus bljr sht scr mndiri.slm knal.
mhsiswa Magister Kes.Mas.jrs.Epid-UNPAD
menurut anda apakah ada orang indonesia yang sehat menurut UU kesehatan?
salam kenal…………..
masukan yg sangat bermanfaat. mohon ijin apa bila ada tulisan yg baru tentang kesehatan kami di kabari karena salah satu bidang dalam pengawasan kami adalah bidang kesehatan.
LPKSM-YKM Pemalang.
salam……
mohon ijin saran dan masukan kenapa pada pasal 109 di cantumkan tentang makanan tapi pada ketentuan pidana tidak ada memasukkan pasal 109 tersebut, sedangkan pada undang2 kesehatan yg lama uu no 23 tahun 1992 ada pasalnya dan ada pasal tentang ketentuan pidana
saya kasihan klien saya yang tak memiliki jamkesmas, ternyata mudah membohongi pemda hanya kolusi dengan petuggas dari Rt Rw kelurahan dan puskesmas jadilah surat sktm dari sudin
Apa di UU Kesehatan tsb dibahas mengenati JAMKESMAS atau GAKINDA alias berobat Gratis???
saya mau tanya,,,, apakah semua rumah sakit dapat dijadikan sebagai lahan praktek mahasiswa sebagai implementasi dan tempat belajar mahasiswa
assalamu’alaikumwrwb…
cara berfikir yang luar biasa, semoga Allah swt berkenan memberikan kita keberlimpahan rizki, ilmu, iman dan amal sholih, amin.
sulit nampaknya dinegeri ini untuk kembali mempositivekan image negatif sistem pemerintahan kita sekarang ini, apapaun dan bagaimanapun, kenapa harus begitu?, sekedar tuk mengingat pemerintahan bangsa kita saja, rasanya saya sudah lelah, selalu saja menyediakan zona ketidak nyamanan dan insting negative thingking…
harus mengadu pada siapa ketika aku melihat, mendengar bahkan merasakan bagaimana sekelompok orang dalam keterbatasan hidupnya ditolak oleh lembaga pelayan kesehatan?
harus mengadu pada siapa, jika aku menemui sekelompok orang yang mendapatkn fasilitas kesehatan gratis sedangkan sawah dimana-mana?
harus minta penjelasan siapakan ketika aku bertanya, bagaimana menjamin pengendalian efektifitas perwujudan UUD pasal 34 “fakir miskin dan anak2 terlantar dipelihara oleh pemerintah?”
apakah aku harus berteriak, kalau ketika aku baru saja mengernyitkan dahiku, maka ancaman bermula?
apakah aku musti diam, meskipun aku melihat, masih ada “masyarakat” dibunuh sadis di belahan bumi pertiwi dalam rumah mereka sendiri?…
seperti apakah “kesejahteraan rakyat indonesia” yang dimaksudkan oleh pihak berwajib penentu kebijakan?
maaf dan terimakasih untuk setiap sesi dialog dan sharingnya
Wallahu’alam..
wasalamu’alaikumwrwb…
I love quotations because it is a joy to find thoughts one might have, beautifully expressed with much authority by someone recognized wiser than oneself.
keren llah ..
mungkinkah ini representasi dari program jamkesmas yang seolah menjadi program besar bidang kesehatan? rakyat disokong dengan biaya pelayanan kesehatan dan efektivitas programnya lebih dilihat dari para implementor khususnya para pemberi pelayanan kesehatan?? menurut Bapak efektif ga program Jamkesmas ini??
Luar biasa…
SALLLLUUUUT
aplouss.. buat bro arali di polewali mandar, orang macem gene yang dibutuhkan negara, sayang pada saat RUU-kes dikonsolidasikan alias hearing bro arali tidak dilibatkan atau melibatkan diri, kini nasi telah jadi bubur, UUkes telah diuandangkan dan telah memiliki kekuatan hukum mengikat bagi segenap bangsa Indonesia, sebagai putra bangsa yang consent thd kesehatan masyarakat sebaiknya bro arali kasih masukanlah kepada bu menteri kesehatan kita yang pengangkatannya kontroveraial itu, agar mengeluarkan permenkes sebagai turunan UUkes yang mengakomodir terminologi “kesehatan masyarakat” sebagaimana kritik anda thd UUkes dimaksud, succes selalu buat bro arali, luar biasaaaa..
Luar biasa…harus dikembangkan agar menjadi perhatian banyak orang, semoga sukses dan sejahtera
wasallam
http://poerwonjoto.wordpress.com
Persepsi Pemerintah tentang masyarakat sebagai subjek dalam pelayanan kesehatan memang kurang baik.
Saya pernah ikut seminar yang membedah RUU Keperawatan, BPPSDM Depkes memberi komentar tentang pasal kewajiban perawat melakukan kontrak/kesepakatan dengan pasien sebagai berikut : Bahwa apa yang dilakukan tenaga kesehatan adalah sebuah kewajiban, sehingga tidak perlu ada kontrak.
Padahal dengan kontrak, kita menjunjung tinggi hak pasien, hak sehat, hak atas dirinya sendiri.
Jika pemerintah masih memiliki persepsi seperti komentar BPPSDM, tidak heran jika UUKes masih belum menyentuh hak hak pasien secara hakiki.
Definisi Kesehatan Masyarakat yang buram, tidak terlepas dari sikap superioritas profesi tertentu, tampak sekali dalam UU RS.
Tanpa bermaksud mendiskreditkan profesi lain, selama pemerintah tidak “open minded” terhadap profesi tenaga kesehatan lain yang notabene akan sangat membentu peningkatan “Kesehatan Masyarakat” secara menyeluruh, dan Paradigma Sehat bisa diwujudkan.
TQ
Kalau dilihat dari dasar pertimbangan, sepertinya betul uukes ini tidak diperuntukkan untuk masyarakat sebagai pemilik kesehatan, pemilik partisipatif, pemilik investasi kesehatan, pemilik hak asasi kesehatan dan sebagai subjek pembangunan kesehatan,
betul bro SANGAT IRONIS !!!
DPR wakil rakyat.DPR LUPA RAKYAT… begitulah Hak inisiatif yang penuh dengan kepentingan pribadi dan partai, diperuntukan untuk pemerintah tapi bukan untuk rakyat………….
Semoga tidak salah komentarku………
bagaimana penjelasan tentang pengendalian resiko lingkungan pada kantor kesehatan pelabuhan terhadap undang-undang kesehatan yang baru,,bagaimana upaya peningkatannya terhadap pengawasan vektor nyamuk aedes yang termasuk bagian program PRL pada KKP
Kesehatan diundangkan sedemikian rupa supaya masyarakat Indonesia mendapat jaminan akan harapan hidup yang jauh lebih baik secara merata serta diharapkan mampu menjalin hubungan sinergis-proaktif dengan lembaga2 kesehatan binaan pemerintah. Atau dengan kata lain…pada tingkat penerapan UU, masyarakat miskin dilarang sakit.
TANYA : Bagaimana pembentukan P2KP-KR untuk kabupaten,dan apa saja syarat-syaratnya dan dasar undang-undangnya ,terimakasih…
ditunggu…
kunjungan perdana, salam hangat dan salam persahabatan selalu
itu sich KUHP mas… tau kan hukum yang Kasih Uang Habis Perkara (KUHP)… karena hukum sekarang cendrung membela yang bayar bukan membela yang benar…
@Summer lock:
Jangan menyinggung perasaan ah, hehehe.
Selamat pagi Om Arali…
Undang-Undang RI itu byk,tapi nggak ad yang beres..penerapannya.